Advertisement
Bangsa Indonesia adalah bangsa memiliki struktur yang sangat kuat dan dibangun dari rangkaian elemen budaya daerah yang bersatu menjadi suatu bangunan kebudayaan yang berdaulat sebagai identitas. Bangunan Kebudayaan tersebut akan tetap kokoh sepanjang elemen-elemen budaya daerah sebagai pendukungnya tidak mengalami disintegrasi.
Islamic center kabupaten siak
Islamic center kabupaten siak
Pemerintah dimintauntuk tetap menjaga dan mempertahankan budaya yang ada di daerahnya, dalam rangka mencegah terjadinya disintegrasi budaya bangsa.
Pemerintah Kabupaten Siak sebagai salah satu steakholder yang ada di daerah bertekad mempertahankan budaya Melayu yang merupakan salah satu elemen pembentuk budaya bangsa Indonesia.
MELAYU DALAM TATANAN DUNIA GLOBAL (RINGKASAN SEJARAH)
Dari catatan seorang pendeta Budha dari Dinasti Tang, Yi Jing yang berkunjung ke Nusantara antara tahun 688-695 M menyebutkan keberadaan sebuah kerajaan yang dikenal dengan Mo-Lo-Yu (Melayu). Kerajaan ini berjarak 15 hari perjalanan dari Sriwijaya (Wikipedia, Internet). Akhirnya kerajaan ini takluk dan menjadi bawahan kerajaan Sriwijaya. Selanjutnya pemakaian istilah Melayu berkembang ke arah Jawa, Kalimantan dan semenanjung Malaya. Keterangan ini bisa menjadi sebuah sumber literatur mengenai asal usul masyarakat melayu di Malaysia berasal dari daratan Sumatera.
Berdasarkan catatan prasasti Keping Tembaga Laguna, pedagang Melayu telah berdagang ke seluruh wilayah Asia Tenggara dengan membawa serta adat dan bahasa Melayu. Sesuai dengan perkembangannya, bahasa Melayu akhirnya menjadi bahasa resmi kawasan (Lingua Franca) menggantikan bahasa Sangsekerta. Saat ini suku Melayu sebagian besar bermukim di pulau Sumatra, Kalimantan, sebagian pulau Jawa, sebagian besar Malaysia, Thailad Selatan, Filipina Selatan, Sri Langka, Kepulauan Corocos dan Afrika Selatan.
Siak merupakan salah satu kerajaan Melayu yang ada di nusantara. Nama “SIYAK” telah ada dalam kitab “Negarakertagama” karangan Empu Prapanca pada Pupuh 13 yang bercerita mengenai negeri-negeri yang ditaklukkan oleh Majapahit.
Pada zaman kerajaan Malaka, saat pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M), Raja Siak yang masih beragama Hindu yang bernama Maharaja Permaisura diserang oleh Malaka dan terbunuh. Kemudian kerajaan tersebut diteruskan oleh anaknya, Megat Kudu yang diislamkan dan takluk atas Melaka yang diberi gelar Sultan Ibrahim. Dalam perjalannya kerajaan ini mengalami kemunduran.
Pada tahun 1723 Masehi, berdirilah Kerajaan Siak Sri Indrapura oleh anak dari Sultan Johor yang bernama Raja Kecil dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmadsyah. Hingga kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Kesultanan Siak Sri Indrapura diperintah oleh 12 sultan, yaitu :
Sultan Abdul Jalil Rahmadsyah (1723-1746)
Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1765)
Sultan Abdul Jalil Jalaludin Syah (1765-1767)
Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah (1767-1780)
Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782)
Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah (1782-1784)
Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi (1784-1810)
Sultan Assyaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin Syah (1810-1827)
Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin (1827-1864)
Sultan Assyaidis Syarif Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin (1864-1889)
Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908)
Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin (1915-1945)
Istana Siak
Istana Siak.
Kerajaan Siak berkembang sangat pesat. Daerah yang menjadi wilayahnya meliputi sebagian besar Provinsi Riau saat ini serta memiliki wilayah jajahan ke arah barat meliputi Temiang, Langkat, Asahan, Deli, Serdang, Perbaungan, Bilah-Panai dan Batubara, serta Pelalawan di sisi timur. Kerajaan Siak juga memiliki pengaruh hingga ke wilayah Riau Lingga dan Sambas Kalimantan (E.Netscher, 1870). Luas dan Peliknya Perkembangan kerajaan Siak di bidang pemerintahan membuat seorang akademisi bernama Timothy P. Bernard melakukan penelitian untuk disertasi doktornya yang kemudian menghasilkan sebuah buku berjudul “Multiple Center of Authority Society and Environnment in Siak and Eastern Sumatra”, 1674-1827.
Sejajalan dengan pesatnya bidang pemerintahan di kerajaan Siak, perkembangan kebudayaan juga berjalan cepat. Pengaruh budaya Melayu Siak berkembang ke seluruh daerah kekuasaannya dan kawasan yang memiliki hubungan dagang dengan kerajaan ini.
Saat kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tahun 1945, Sultan Siak ke 12 menyatakan bahwa Kerajaan Siak Sri Indrapura bergabung dengan Republik Indonesia ‘tanpa syarat’.
BUDAYA MELAYU DALAM KEHIDUPAN KEBANGSAAN
Kebudayaan Melayu seperti yang telah diuraikan di atas, terbukti menjadi elemen pendukung konstruksi budaya bangsa Indonesia. Bahasa Melayu yang sejak semula menjadi bahasa pemersatu (lingua Franca) juga dijadikan bahasa resmi Bangsa Indonesia. Saat ini budaya Melayu sudah mewarnai budaya bangsa dan berkembang pesat seiring dengan perkembangan budaya-budaya lain di Indonesia.
Kabupaten Siak yang memiliki sejarah peninggalan sebagai pusat Kerajaan Melayu Siak Sri Indrapura berazam untuk mempertahankan diri sebagai pusat peradaban dan pengembangan budaya Melayu nusantara. Peradaban budaya Melayu dimanifestasikan dalam berbagai bentuk dan sisi kehidupan masyarakat, baik pada tatanan nilai dan prilaku maupun dalam simbol-simbol peradaban Melayu.
Hal ini juga didasari oleh terjadinya perubahan yang sangat dinamis serta tingginya arus globalisasi yang menyebabkan masyarakat kurang memiliki kesadaran akan pentingnya peranan budaya lokal dalam memperkokoh ketahanan budaya bangsa. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Siak sejak mulai berdirinya telah menjadikan kebudayaan Melayu sebagai unsur utama dari visi dan misi pembangunan Kabupaten Siak, baik jangka menengah maupun jangka panjang. Meskipun demikian, sebagai ‘Payung Negeri’, budaya Melayu Siak tetap mengayomi budaya-budaya dari suku anak bangsa lainnya yang telah menetap dan menjadi penduduk di Kabupaten Siak.
Di samping pembinaan budaya Melayu, Pemerintah Kabupaten Siak secara aktif ikut membina kebudayaan lainnya melalui bantuan peralatan kesenian serta mendukung kegiatan pangguyuban dan ikut serta dalam acara-acara adat yang dilaksanakan oleh suku-suku bangsa yang ada di Kabupaten Siak.
PENGELOLAAN KEBUDAYAAN DI KABUPATEN SIAK
Tour de Siak 2013
Tour de Siak 2013, menjadi ajang olahraga sekaligus promosi wisata dan budaya.
Untuk menjawab berbagai permasalahan budaya khususnya di Kabupaten Siak, sangat diperlukan peran serta dari Pemerintah Kabupaten Siak maupun stakeholder lainnya dalam pelestarian budaya. Peran serta Pemerintah Kabupaten Siak diarahkan melalui berbagai kebijakan yang diambil terkait dengan pengelolaan budaya. Kebijakan tersebut tentunya harus selaras dan saling bersinergi dengan apa yang menjadi kebijakan nasional maupun Provinsi Riau. Penentuan kebijakan ini bertitik tolak pada apa yang menjadi misi jangka panjang nasional terkait budaya yang terdapat pada misi ke-1 yaitu ‘Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila’, serta visi jangka panjang Provinsi Riau yang berbunyi ‘Terwujudnya Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara tahun 2020’. Hal in juga sesuai dengan visi jangka menegah Provinsi Riau tahun 2009-2014 yaitu ‘Terwujudnya pembangunan ekonomi yang mapan dan pengembangan budaya Melayu secara proporsional melalui kesiapan infrastruktur dan peningkatan pembangunan pendidikan dalam masyarakat yang Agamis’.
Berpedoman pada misi nasional serta visi jangka panjang dan menegah Provinsi Riau di atas, Pemerintah Kabupaten Siak juga telah menetapkan visi jangka panjang Kabupaten Siak yaitu ‘Kabupaten Siak sebagai pusat budaya Melayu di Indonesia yang maju dan sejahtera tahun 2025’. Pusat budaya Melayu bermakna bahwa Kabupaten Siak yang memiliki sejarah peninggalan sebagai pusat Kerajaan Melayu Siak Sri indrapura berazam untuk mempertahankan diri sebagai pusat peradaban dan pengembangan budaya Melayu nusantara.
Peradaban budaya Melayu dimanifestasikan dalam berbagai bentuk dan sisi kehidupan masyarakat, baik pada tataran nilai dan prilaku maupun dalam simbol-simbol peradaban Melayu. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dirumuskan misi yaitu ‘Mewujudkan Kabupaten Siak sebagai pusat budaya Melayu di Indonesia melalui peningkatan pendidikan, pemahaman dan pengamalan ajaran agama, adat, dan budaya serta penguatan kelembagaan sosial budaya’.
Beberapa sasaran pokok yang ingin dicapai dari misi ini antara lain meningkatnya upaya pengembangan nilai budaya, dan pengelolaan kekayaan budaya serta keragaman budaya, dan terwujudnya Istana Siak sebagai pusat budaya melayu yang didukung oleh pilar-pilar berupa pusat-pusat pengembangan budaya melayu.
Dalam rangka mencapai sasaran tadi, maka arah kebijakan yang diambil meliputi penguatan partisipasi masyarakat dan peran institusi kebudayaan, pengamalan nilai-nilai budaya Melayu dalam kehidupan masyarakat, pengembangan dan pembinaan kebudayaan daerah yang bersumber dari warisan, pengembangan dan pembinaan kebudayaan Melayu melalui pendidikan, menjadikan Istana Siak sebagai pusat budaya Melayu yang didukung oleh pilar-pilar berupa pusat-pusat pengembangan budaya masyarakat yang beriman dan bertaqwa.
Mengembangkan konsep budaya, hasil budaya dan nilai-nilai budaya Melayu secara berkesinambungan.
Melestarikan dan mengembalikan fungsi Kawasan Budaya dan Benda Cagar Budaya. Mengembangkan budaya Melayu untuk mendukung pariwisata. Menjadikan Siak sebagai the truly malay dan heritage city serta memasukkannya di dalam Malay Culture Map tingkat Asia Tenggara.
Selain arah kebijakan jangka panjang terkait pengelolaan budaya di Kabupaten Siak di atas, Pemerintah Kabupaten Siak juga merumuskan kebijakan jangka menengah berdasarkan visi jangka menegah Kabupaten Siak tahun 2011-2016 yaitu ‘Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Siak yang Sehat, Cerdas, dan Sejahtera dalam lingkungan masyarakat yang agamis dan berbudaya Melayu serta sebagai kabupaten dengan Pelayanan Publik Terbaik di Provinsi Riau Tahun 2016’. Untuk mewujudkan visi ini, telah dirumuskan misi yang terkait kebudayaan pada misi ke-1 yaitu meningkatkan kualitas SDM, beriman dan bertaqwa serta berbudi pekerti yang luhur melalui pembangunan sektor pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan keagamaan.
Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari misi tersebut yaitu eksistensi budaya Melayu sebagai basis jati diri masyarakat Kabupaten Siak, serta terwujudnya masyarakat yang berbudaya melalui implementasi nilai-nilai budaya Melayu yang ditunjang dengan pengelolaan, pengembangan dan pelestarian nilai, cagar dan benda budaya. Untuk mencapai tujuan dan sasaran ini, maka arah kebijakan yang diambil meliputi membangun jejaring kerjasama pengembangan, pengelolaan dan pengembangan kekayaan dan nilai budaya, mengembangkan manajemen dan tata kelola keragaman, kekayaan dan pelestraian cagar dan benda budaya.
Kebijakan sebagaimana tersebut di atas, dapat dilaksanakan melalui berbagai program prioritas pengelolaan budaya yang terdiri dari program pengelolaan kekayaan budaya, program pengelolaan keragaman budaya dan program pengembangan nilai budaya.
Program pengelolaan kekayaan budaya dilakukan dengan serangkaian kegiatan yaitu: (1) fasilitasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kekayaan budaya (keikutsertaan tim kesenian dan kafilah Siak pada acara MTQ); (2) pengembangan kebudayaan dan pariwisata; (3) pengembangan nilai dan geografi sejarah (pemeliharaan dan pengelolaan Istana dan Balai Kerapatan Tinggi Siak); (4) rehab Sedang/Berat Rumah Penigggalan Bersejarah (Rehab Sedang/Berat Rumah Datuk Pesisir, datuk kampar dan makam Tosido);(5) pengelolaan dan pengembangan pelestarian bangunan makam raja kecik; (6)event kesenian di luar Kabupaten Siak; (7) pengelolaan / pelindungan Benda-Benda Cagar Budaya (perawatan dan pemugaran benda-benda cagar budaya).
Program pengelolaan keragaman budaya dilakukan dengan berbagai kegiatan antara lain: (1)pengembangan kesenian dan kebudayaan daerah (peningkatan nilai-nilai kesenian daerah meliputi seni tari, musik dan teater, pemberian bantuan alat musik seperti kompang, gambus, gong, gamelan, wayang kulit, pakaian tari dan pakaian adat melayu, pembuatan DVD lagu-lagu daerah, pembuatan pasar seni, pembangunan gedung kesenian dan pembangunan gedung tenun siak;(2) fasilitasi penyelengaraan festival budaya daerah (penyelenggaraan festival Siak Bermadah), festival Muharam (kegiatan Ghatib Beghanyut dan pagelaran Siak Tempo Dulu; (3) parade tari tingkat provinsi; (4) pengembangan musik orkestra.
Sedangkan program pengembangan nilai budaya dilakukan melalui kegiatan antara lain: (1) pelestarian dan aktualisasi adat budaya daerah (penyusunan grand design budaya Melayu di Kabupaten Siak); (2) Adanya mata pelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu dan Tulis Arab Melayu pada semua tingkat sekolah mulai SD sampai SMU serta kegiatan ekstrakulikuler pelestarian seni tari dan musik Melayu; (3) Pembinaan organisasi paguyuban, LAMR Kabupaten Siak, LAMR Kecamatan, Puja Kusuma, IKJR, IKMR, IKBR, Misouri Jawa Barat dan lain-lain.
Bupati Siak Drs H Syamsuar M.Si bersama sejumlah pemimpin daerah dan budayawan Indonesia dalam Kongres Budaya Indonesia 2013 di Jogjakarta
Bupati Siak Drs H Syamsuar M.Si bersama sejumlah pemimpin daerah dan budayawan Indonesia dalam Kongres Budaya Indonesia 2013 di Jogjakarta.| Dok. Humas for Pekanbaru.Co
Semua program dan kegiatan prioritas dalam pengelolaan budaya di Pemerintah Kabupaten Siak dilaksanakan olehSatuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pariwisata, Seni, Pemuda dan Olahraga, serta DinasPendidikan dan Kebudayaan.
Bukan itu saja, saat ini Pemerintah Kabupaten Siak merencanakan akan memproduksi sebuah film layar lebar yang mengangkat sejarah Sultan Siak yang berjudul ‘MAHKOTA UNTUK REPUBLIK’. Hal ini bertujuan untuk mempublikasikan jejak sejarah perjalanan kerajaan Siak Sri Indrapura. Film ini menceritakan bahwa Raja Siak ke-12 Sultan Syarif Kasim II bulan Oktober tahun 1949 didampingi istri dan putrinya yang bernama Tengku Adibah menyerahkan mahkota Kerajaan Siak serta uang sebanyak f.13.500.000 (Tiga Belas Juta Lima Ratus Ribu Gulden) kepada Republik Indonesia yang diterima langsung oleh Presiden Soekarno di Gedung Agung karena sejak akhir 1946 hingga Desember 1949 Presiden Soekarno dan keluarganya menetap di sana.
Jogjakarta menjadi Ibukota de facto Republik Indonesia. Yang menjadi ‘Istana Kepresidenan’ ketika itu adalah gedung yang sekarang disebut Gedung Negara (Gedung Agung). Sultan Syarif Kasim II melakukan penyerahan itu sebagai tanda bahwa raja kerajaan Siak menggabungkan diri ke Republik dan pada saat itu juga Presiden Soekarno menunjuk Sultan Syarif Kasim II sebagai penasehatnya.
Selanjutnya Sultan Syarif Kasim II juga ikut berjuang di berbagai daerah baik di Riau, Sumatera Utara maupun Aceh. Untuk perjuangan dan pengabdian-nya, sejak tanggal 6 November 1998 melalui Kepres Nomor 109/TK/1998, Pemerintah Republik Indonesia memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Syarif Kasim II (Sultan Siak XII) dengan anugerah tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana.