Pages

Selasa, 04 Februari 2014

DATUK EMPAT SUKU KERAJAAN SIAK

0 komentar




DATUK EMPAT SUKU KERAJAAN SIAK


Pendahuluan
Berangkat dari petuah orang-orang tua dahulu dan orang-orang bijak itulah, kami akan menyampaikan atau menguraikan kemali tentang ringkasan sejarah kerajaan Siak. Jika dalam penyampaian kami ini ada yang kurang mengena, kami mohon tunjuk dan ajar dari orang-orang tua yang mengerti dan faham betul tentang sejarah Kerajaan Siak, karena dalam penyampaian ini tidak ada maksud dan tujuan yang bukan-bukan, kami hanyalah ingin menunjukkan sejarah yang ada.

Istana Sultan Siak, Sultan Syarif Qasim II
Peran dan jasa Datuk Empat Suku terhadap pendirian kerajaan Siak sangat luar biasa. Empat Datuk yang kami maksud di sini adalah :
1.    Datuk Kampar
2.    Datuk Lima Puluh
3.    Datuk Pesisir
4.    Datuk Tanah Datar
Lembaran Sejarah Kerajaan Siak
Kesultanan Johor (saat ini terletak di Negara jiran Malaysia) yang waktu itu mempunyai Sultan yang bernama Sultan Mahmud Syah II Tahun 1685-1699. Kesultanan Johor yang aman tenteram dan sejahtera berada dibawah kepemimpinan Sultan Mahmud Syah II. Suatu ketika dikudeta oleh Megat Srirama, Laksamana Bintan. Megat Srirama menyusun strategi dengan menghasut para pembesar istana dan pada akhirnya mempunyai kekuatan untuk merampas kesultanan Johoh. Maka diciptakanlah huru hara dimana mana, yang akhirnya Sultan Mahmud Syah II dalam umur 24 Tahun mati dibunuh di tangan Megat Srirama, Laksamana Bintan pada hari Jum’at bulan Agustus 1699.

Gelar Pahlawan SSQ II oleh President BJ Habibie
Dengan telah terbunuhnya Sultan Mahmud Syah II, maka keadan dan suasana kesultanan Johor menjadi kacau balau, akan tetapi ada juga para pembesar istana masih setia pada Sultan Mahmud Syah II. Mereka-lah yang menyelamatkan isteri Sultan Mahmud Syah II yang bernama Encik Pung.
Dalam pelarian tersebut sewaktu istirahat Encik Pung menyampaikan bahwa diri nya dalam keadaan berbadan dua (hamil). Maka mereka terkejut sekaligus gembira bahwa Sultan Mahdmud Syah II masih mempunyai keturunan dan mereka berharap anak yang ada di dalam kandungan isteri Sultan tersebut adalah laki-laki.
Di dalam pelarian tersebut encik Pung melahirkan seorang bayi laki-laki yang oleh empat orang para pembesar istina itu sepakat memberi gelar Raja Kecik. Ketika Raja Kecik berumur 5 Tahun, sampailah mereka di kerajaan Pagar Ruyung (di daerah Sumatera Barat sekarang).
Rombongan Raja Kecik disambut baik di kerajaan Pagar Ruyung, nama Raja Pagar Ruyung tidak langsung percaya dengan apa yang telah disampaikan oleh pengikut setia Raja Kecik (empat orang para bembesar istana Johon). Kalau memang benar bahwa Raja Kecik itu adalah keturunan Raja, maka dia (Raja Kecik) akan bisa melewati dua ujian yang akan diberikan.
Ujian Pertama
Raja Kecik bersama-sama anak Raja Pagar Ruyung disuruh bermain di bawah pokok Jelatang yang tumbuh di halaman istana Pagar Ruyung yang pada saat itu sedang turun hujan. Kalau Raja Kecik bukan anak Raja, maka seluruh badan nya akan gatal-gatal dan kulit nya akan melepuh/terkelupas. Namun apa yang terjadi, Raja Kecik tidak terjadi sesuatu apa pun bahkan tidak merasa gatal-gatal dan justeru asyik bermain di bawah pokok Jelatang tersebut.
Ujian Kedua
Raja Kecik didudukan di atas kursi Raja Pagar Ruyung dan kepala nya dipasangkan mahkota kerajaan Pagar Ruyung, namun apa yang terjadi, Raja Kecik dengan senangnya duduk di singgasana dengan dipakaikan mahkota dan tidak terjadi sesuatu apa pun pada nya.
Dengan dua ujian yang telah diberikan oleh Raja Pagar Ruyung dan Raja Kecik tidak terjadi apapun, maka Raja Pagar Ruyung menyatakan Raja Kecik telah lulus ujian. Selatnjutnya Raja Kecik dijadikan anak angkat Raja Pagar Ruyung dan tinggal serta diasuh di istana Raja Pagar Ruyung.
Raja Pagar Ruyung menilai empat orang para pembesar Kesultanan Johor, yang menyelematkan Raja Kecik dianggap sangat berjasa, maka mereka diberi gelar kehormatan oleh Raja Pagar Ruyung, yaitu :
Yang pertama diberi gelar Datuk Pesisir
Yang kedua diberi gelar Datuk Tanah Datar
Yang kegtiga diberi gelar Datuk Lima Puluh
Yang keempat diberi gelar Datuk Kampar
Itulah gelar kehormatan yang telah diberikan oleh Raja Pagar Ruyung kepada empat orang pembesar istana Kesultanan Johor yang sangat berjasa kepada Raja Kecik.
Raja Kecik kemudiannya dibawa orang ke Pagar Ruyung. Apabila dewasa, lalu beliau dengan bantuan orang Minangkabau dan Orang Laut menyerang Riau. Tahun 1719 Riau dapat ditawan, kerabat Sultan Abdul Jalil habis dibunuh. Sultan Abdul Jalil diturunkan pangkat menjadi Bendahara dan anaknya dikawini oleh Raja Kecil. Bendahara ini melarikan diri ke Terengganu tetapi dapat dibunuh oleh orang upahan Raja Kecil, dan anaknya Raja Sulaiman ditawan.
Setelah Raja Kecik dewasa dan telah cukup bekal ilmu agama, ilmu kebatinan (beladiri) yang ia dapat di Kerajaan Pagar Ruyung, lalu setelah dewasa, ia mendapat cerita bahwa orang tua nya yang sebenarnya adalah seorang Sultan Mahmud Syah II dari Kerajaan Johor mati terbunuh oleh Megat Srirama. Maka muncullah niat nya untuk merebut kembali kesultanan Johor.
Pada tahun 1717 Raja Kecik berangkat (turun) ke Riau dengan didampingi oleh Datuk Empat Suku serta dikawal oleh para pendekar dan hulubalang dari kerajaan Pagar Ruyung. Sesampainya rombongan Raja Kecik di suatu daerah bernama Buantan, Raja Kecik sangat tertarik dengan daerah tersebut, lalu Dia membangun istana di sana.
Raja Kecil ditabalkan oleh Datuk Empat Suku menjadi Sultan Siak Pertama sebagai “Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah” sehingga sampai akhir hayat nya Dia mangkat di Buantan dan bergelar “Marhum Buantan.”
Dengan besarnya jasa Datuk Empat Suku terhadap keberadaan Kerajaan Siak, Datuk Empat Suku tidak pernah terhapus dari struktur pemerintahan kerajaan Siak hingga sampai pada Sultan Siak XII yaitu Sultan Syarif Qasim II. Setelah kerajaan Siak bergabung dengan Republik Indonesia pada tahun 1945.
Itulah sekilas sejarah pendirian Kerajaan Siak dan peran Datuk Empat Suku dalam mendirikan dan mengembangkan Kerajaan Siak.
Tujuan
Tujuan kami menyajikan atau mengenangkan dan mengangkat kembali sejarah berdirinya Kerajaan Siak adalah :
1.    Melestarikan kembali sejarah Kerajaan Siak
2.    Mempertemukan alur darah salah satu Datuk Empat Suku
3.    Silaturahim alur darah Datuk Empat Suku
Dari penyajian sekilas sejarah pendirian kerajaan Siak yang telah kami sampaikan di atas, maka alur keturunan dari Datuk Empat Suku perlu ditelusuri keberadaan nya dan keabsyahan nya sesuai dengan informasi yang didapat dari para orang tua yang masih hidup dan saksi sejarah Kerajaan Siak, untuk menggantikan/meneruskan/melestarikan kembali Kerajaan Siak melalui proses pemilihan dan ujian.
Setelah masing-masing Datuk Empat Suku sudah ditentukan, maka akan diadakan secara adat istiadat untuk Penabalan Datuk Empat Suku.

Adat Melayu

0 komentar
MAKNA SEBUAH LAGU LANCANG KUNING 

Lagu Lancang Kuning itu adalah lagu rakyat yang sangat populer di Riau, negeri yang dijuluki Bumi Lancang Kuning. Dalam sebuah versi sejarah Melayu, kapal Lancang Kuning yang legendaris itu tenggelam di Tanjung Jati, perairan Bengkalis. Tak terurai dengan jelas apakah musibah itu akibat human error ataukah karena keganasan alam yang tak teratasi oleh kemampuan seorang anak manusia.
Pesan lirik lagu itu jelas, tidak ada yang tersembunyi. Untuk melayarkan sebuah kapal, seorang nakhoda haruslah paham. Filosofi kapal Lancang Kuning berlayar malam ini, agaknya menjadi satu dari sekian banyak untaian butir kearifan Melayu yang melintasi zaman dan mengandung dimensi universal. Sampai kini, setiap kali, ketika kita berada dalam suatu proses pemilihan seorang pimpinan, entah itu Ketua RT, RW, Kepala Desa, Ketua Partai atau pemilihan seorang kepala pemerintahan, kita selalu diingatkan pesan Lancang Kuning ini. Hati-hati memilih pemimpin. Karena seorang pemimpin, kendati dalam konsep kepemimpinan Melayu hanya didulukan selangkah dan ditinggikan seranting, tapi hak dan kewajiban yang melekat padanya cukup besar. Seorang pemimpin, pada tingkatan apapun, tidak hanya mendapatkan hak-hak istimewa dibandingkan dengan mereka yang dipimpin, tetapi juga dipundaknya terletak tanggungjawab yang berat, yang merupakan amanah yang harus dipikulnya. Amanah itu bila dilaksanakan dengan baik dia akan menjadi berkah, namun bila disalahgunakan dia akan menjadi musibah.
Kenapa perumpamaannya sebuah kapal yang berlayar malam? Kenapa tidak sebuah kapal yang berlayar saja, tidak pakai siang dan malam? Namun agaknya itu pulalah yang menandakan keberpahaman orang-orang tua kita dulu, yang menciptakan syair lagu itu. Tentu tidak ada kaitannya dengan kapal penyelundup atau kapal perompak, sebuah stigma yang acapkali diberikan pada masyarakat tradisional di kepulauan. Sebuah kapal yang berlayar malam, dia tidak bersuluh benderang matahari tapi bersuluh kunang-kunang bintang di langit. Alpa membaca bintang alamatlah kapal akan kehilangan arah tujuan.
Ketika dewasa ini kita sedang dibuai oleh sepoi-sepoi angin demokrasi, ada yang menggugah bersuara lantang. Kita bukan hanya memilih seorang presiden, kita mencari sosok seorang pemimpin yang bisa menjadi superman, bisa menjadi hero bahkan superhero. "Kita memerlukan seorang pahlawan untuk menyelamatkan bangsa ini", ratap Anis Matta dalam bukunya "Mencari Pahlawan Indonesia". Kita mencari seorang pucuk pimpinan yang mampu membawa bangsa ini segera keluar dari keterpurukan dan segera berpacu dalam suatu langkah yang pasti menuju puncak. Kalau hanya sekadar mencari seorang presiden, kita sudah punya pengalaman dengan lima presiden. Masing-masing dengan kebesarannya, sebagaimana sms yang saya terima. Presiden Soekarno, adalah seorang pemimpin besar. Presiden Soeharto, jenderal besar. Presiden BJ Habibie, ilmuwan besar, Presiden Abdurrahman Wahid, ulama besar dan Presiden Megawati Soekarnoputri, memiliki nama besar. Terlepas dari jasa-jasa dan segala kelebihannya masing-masing, kelima presiden tersebut dianggap belum mampu memberikan suatu solusi yang tepat untuk membawa bangsanya ke puncak kejayaan. Bahwa beliau-beliau itu telah menorehkan sejarah, tentu tidak bisa dipungkiri. Dulu kita pikir, barangkali karena kita terlalu hemat memilih presiden, potensi tidak terangkat secara optimal; bayangkan, 53 tahun merdeka, kita baru memiliki dua orang presiden. Kita pun kemudian ngebut bongkar pasang presiden. Diharapkan dengan demikian kita akan segera mendapatkan apa yang kita cari, tapi ternyata belum juga. Oleh karenanya berbagai seminar, diskusi dan dialog diadakan untuk mencari sosok yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Seorang pemimpin pada dasarnya adalah seorang nakhoda. Dia dituntut harus mampu menakhodai kapalnya supaya selamat sampai ke pulau tujuan, tidak kurang sesuatu apapun. Dan untuk selamat sampai ke pulau tujuan, sang nakhoda haruslah paham, begitulah yang diajarkan kearifan Melayu. Seluruh kompetensi secara sederhana dihimpun dalam kata paham. Namun sesungguhnya bila kita renungkan lebih dalam, paham disini mengandung dimensi capability, capacity dan credibility, suatu persyaratan minimal untuk menjadi seorang nakhoda yang baik, yang tidak hanya tidak mencelakakan penumpang kapalnya, tetapi sekaligus mampu memberikan kesenangan kepada penumpangnya.
Capability, capable, kapabilitas, mengandung makna cakap, tanggap, tangguh. Seorang nakhoda harus mampu melayarkan kapalnya di tengah gelap gulita dengan hanya bersuluh bintang gemintang. Sang nakhoda harus mampu berlayar di tengah badai, tidak boleh mabuk diayun gelombang. Sekali layar terkembang berpantang surut ke belakang.
Capacity, kapasitas, mengandung makna mampu. Sang nakhoda harus memiliki kemampuan untuk membaca bintang di langit, harus mengerti ilmu falak, menguasai navigasi, sehingga mampu mengarahkan haluan sesuai tujuan. Sang nakhoda harus mampu membaca arah dan mata angin, mampu mengukur tinggi gelombang dan mampu membaca laut berkarang.
Credibility, kredibilitas, mengandung makna dapat dipercaya. Di tangan nakhoda tergantung nasib dan nyawa ribuan penumpang. Memang benar nasib dan nyawa di tangan Tuhan, tapi bila Tuhan menggunakan otoritasnya, maka tetap saja yang bertanggungjawab adalah sang nakhoda. Sang nakhoda harus bisa dipercaya untuk tidak menyinggahkan kapalnya di pelabuhan yang tidak perlu, sebaliknya harus mampu mengendalikan dirinya untuk tidak sombong. Titanic adalah sebuah kapal yang tercanggih pada zamannya di awal abad 20. Kapal megah itu disebutkan tidak akan bisa tenggelam. Namun apa lacur, belum lagi genap satu malam berlayar dari Eropa menuju Amerika, kapal itu tenggelam ke dasar samudra Atlantik yang dingin membeku. Tidak kurang dari 1500 penumpangnya tewas. Nakhoda juga tidak boleh tergoda untuk menjadi bajak laut, kendati dia bisa kalau dia mau. Dengan bermodal kredibilitas, maka seribu lembar kontrak sosial pun tidak akan ia takuti. Karena apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang credible dan memiliki integritas, akan selalu dilandasi dengan itikad baik untuk kemaslahatan umat.
Kearifan Lancang Kuning adalah kekayaan kearifan lokal yang universal, kearifan milik semua dan untuk semua. Banyak nakhoda yang pintar, tapi kita agaknya memerlukan nakhoda yang paham, yang berani menantang badai dan paham bagaimana melewatinya dengan selamat.

Upacara Adat Perkawinan Melayu
Upacara Adat Perkawinan Melayu 
Sebagai insan pendukung adat,tradisi dan kebudayaan masyarakat Melayu sangat mengenal prinsip tahu diri,yang artinya orang melayu senantiasa berpegang pada ungkapan "Man 'arafa nafsahu fa qod 'arafa rabbahu" bermakna siapa mengenal dirinya kenallah dia dengan Tuhannya.

             Mekanisme pengenalan diri ini diatur secara adat resam yang telah beradaptasi dalam kehidupan masyarakat melayu . Hal ini dapat kita lihat pada nilai-nilai yang terkandung dalam adat istiadat perkawinan atau pernikahan di Melayu.
             Ajaran dan syariat agama Islam menjadi bagian yang paling utama termasuk pada upacara sakral helat pernikahan, sehingga disebut Adat Melayu bersendikan Syarak,  Syarak bersendikan Kitabullah. Oleh karena itu senarai pernikahan ini memaparkan susur galur adat istiadat pernikahan atau perkawinan masyarakat melayu yang mengarah kepada kepentingan upacara protokoler.
              Adapun tahapan - tahapan yang dilalui pada upacara adat pernikahan ini antara lain :
•    Merisik
•    Meminang
•    Mengantung
•    Berinai Curi
•    Berandam
•    Antar Belanja
•    Akad Nikah
•    Upacara Berinai Lebai
•    Khatam Al-quran
•    Mengantar Hidangan
•    Berarak
•    Bersanding
•    Makan Nasi Damai
•    Upacara Menyembah
•    Mandi Kumbo Taman
•    Berkunjung Sanak Keluarga

Tata Cara Berpakaian Baju Melayu Riau

0 komentar
Tata Cara Berpakaian Baju Melayu Riau

Propinsi Riau kalau kita lihat secara geografis suku Melayu yang berdiam dan bertempat tinggal dikawasan ini dapat dibagi tiga kelompok besar, yang dikenal dengan kelompok: orang Melayu Kepulauan, orang Melayu Pesisir dan orang Melayu Daratan.

Orang Melayu Kepulauan adalah orang Melayu yang hidup dan bertempat tinggal di pulau-pulau sepanjang Selat Malaka, laut Cina Selatan, Selat Singapura dan Selat Bangka.

Orang Melayu Pesisir adalah orang Melayu yang hidup berdiam disepanjang Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Indragiri dan Sungai Kampar serta disepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera. Sedangkan orang Melayu Daratan adalah orang Melayu yang hidup didaratan yang berbatas dengan Bukit Barisan Negeri Minangkabau dan Tapanuli Selatan, serta orang-orang Melayu yang hidup dan berdiam di hulu-hulu sungai-sungai besar di Propinsi Riau, seperti: Suangai Kampar, Rokan, Indragiri dan Sungai Siak.

Adat istiadat yang berlaku di daerah kelompok Melayu di Propinsi Riau sesuai dengan Musyawarah Adat Melayu Riau adalah adat bersendikan syarak, syarak bersendirkan Kitabbullah dan Sunnah Nabi.

Adat istiadat Melayu di Propinsi Riau berpangkal pada adat istiadat Melayu yang berada pada zaman kebesaran kerajaan-kerajaan yang terdapat di Melaka, Johor dan di daerah Riau seperti Kerajaan Siak, Kerajaan Indragiri, Kerajaan Riau Lingga, Kerajaan Pelalawan, Kerajaan Rambah, Kerajaan Gunung Sailan, Kerajaan Rokan dan Kerajaan Kampar yang berpunca pada kerajaan Melaka dan Johor. Namun demikian di daerah perbatasan dengan negeri Minangkabau dan Tapanuli Selatan terdapatnya akulturasi adat dan kebiasaan dikawasan perbatasan tersebut.

Oleh karena Kerajaan Melaya yang pertama Rajanya masuk Islam, maka segala adat istiadat Melayu itu syahlah menurut syarak dan syariat Islam (Tengku Tonel, 1920). Maka adat istiadat yang tidak bersendikan syarak atau syariat Islam tidak dibenarkan berlaku di negeri Melayu. Sehingga dikenal dengan ungkapan orang Melayu beragama Islam, beradat istiadat Melayu dan berbahasa Melayu. Tetapi orang pendatang ke negeri Melayu sesuai dengan adat istiadat Kerajaan Melayu, harus mengikuti adat istiadat yang berlaku di negeri Melayu, seperti kata pepatah: “dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung”.

Orang Melayu yang bermukim di daerah Propinsi Riau adalah adat Melayu yang mempunyai corak yang sama dan mempunyai ciri-ciri yang berlainan setiap daerah dan kelompok adat, tetapi tetap mempunyai kesamaan, seperti: adat Raja-Raja, adat Datuk-Datuk, adat Orang Besar Kerajaan, adat Penghulu, Batin serta adat hamba Raja.

Didalam makalah ini kita akan mebicarakan khusus mengenai Tata Cara Berpakaian Baju Melayu Riau, sesuai dengan anjuran dari pihak pelaksanan Seminar Tata Cara Berbusana Melayu, dalam hal ini Dinas Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata Propinsi Riau.

II. Pakaian Tradisional Melayu Riau dan Tata Caranya
Pakaian baju Melayu Riau secara tradisional tempo dulu dapat dibagi antara lain sebagai berikut:
- Pakaian harian
- Pakaian resmi dan setengah resmi
- Pakaian upacara adat
- Pakaian upacara perkawinan
- Pakaian upacara keagamaan

Pada zaman kerajaan-kerajaan di daerah Propinsi Riau ini, orang memakai pakaian menurut keperluan dan tempat serta kegiatan yang dihadapi, tidak dapat dilanggar semaunya. Kalau kita langgar berarti kita melanggar adat, atau dalam tata cara berpakaian disebut tidak sopan dan lebih keras lagi disebut tidak tahu adat. Maka dalam makalah ini saya akan mencoba meguraikan secara singkat pakaian baju Melayu dan bagaimana memakainya menurut urutan yang tersebut diatas.

A. Pakaian Harian
Yang dimaksud dengan pakaian harian adalah pakaian yang dipakai oleh orang Melayu setiap harinya, baik masa kanak-kanak, remaja, orang setengah baya maupun orang tua. Pakaian harian ini dipakai untuk melaksanakan kegiatan harian, baik untuk bermain, ke ladang, ke laut, di rumah maupun kegiatan dalam kehidupan di masyarakat.

a. Pakaian harian masa kanak-kanak
Pakaian harian anak waktu kecil yang kita kenal Baju Monyet yang dipakai oleh anak-anak lelaki. Kalau dia sudah meningkat besar dia memakai baju kurung teluk belakang atau baju kurung cekak musang dan ada kalanya memakai celana setengah lutut, memakai kopiah atau ikat kepala dari kain empat persegi yang dilipat untuk menghindarkan sengatan binatang yang berbisa, memakai kain samping ada yang dikenakan secara utuh, ada pula yang dibelitkan dipinggang ataupun disandang dibahu.

Fungsi kain semasa anak-anak ini adalah untuk belajar Al Quran dan kegiatan keagamaan seperti sholat dan lain-lain. Anak-anak perempuan yang belum akhil baligh mereka memakai baju kurung teluk belanga yang biasanya satu stel dengan kainnya, mereka bermain disekitar rumah, bermain galah panjang, main jengket, atau bermain pondok-pondokan. Kalau sudah penat, dia bermain congklak ataupun serimbang. Kalau dia di mesjid belajar membaca Al Quran serta belajar sopan santun dan adat istiadat serta tingkah laku yang baik dan sopan terhadap orang tua, datuk dan neneknya.

b. Pakaian harian anak dewasa (Akil Baligh)
Pakaian harian untuk anak laki-laki dewasa ataupun perempuan, mereka memakai baju kurung Cekak Musang atau baju kurung Teluk Belanga, bertulang belut.

Untuk anak laki-laki dewasa dia sudah membantu orang tuanya bekerja mencari nafkah, pakai baju Teluk Belanga Belah atau baju kurung Cekak Musang, memakai kain samping, ikat kepala atau berkopiah. Kalau pergi ke laut atau ke ladang sering memakai celana setengah lutut dengan lengan yang agak sempit supaya mudah melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan keras.

Kain samping tetap dipakai terutama menjaga kesopanan dan aib dari orang dan digunakan untuk sholat ataupun bertamu menghadapi orang tua-tua serta dapat dipergunakan untuk mempertahankan diri. Pakaian harian untuk anak laki-laki dewasa sering dipakai untuk belajar ilmu silat guna mempertahankan diri dan berkesenian; belajar zapin, membuat kelompok Mayong, sandiwara, bangsawan, dll.

Anak perempuan yang baligh harus mengenal adat istiadat yang kita sebut adat Melayu, Jadi dia sebagai perempuan Melayu harus tahu sopan santun dan berbudi baik dengan mengenal:

Beradat istiadat Melayu, beragama Islam, berbahasa Melayu. Tiga unsur ini bagi anak perempuan sudah mulai ditanamkan semenjak kecil serta tata cara berpakaian sudah ditunjuk ajarkan sedini mungkin, sehingga dia merupakan idaman dari pihak laki-laki.

Pakaian untuk anak perempuan yang sudah baligh ini adalah baju kurung, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya Pendek. Adapun kelengkapan baju kurung ini adalah kain Sarung Pelekat atau batik Bunga, pakai tutup kepala berupa selendang dan ditambah dengan Kain Tudung Lingkup yang dipakai bila keluar rumah. Kain Tudung Lingkup untuk pakaian harian digunakan kain pelekat.

C. Pakaian orang tua dan setengah baya
Pakaian perempuan tua adalah baju kurung Teluk Belanga dan pada lehernya bersulam bernama Tulang Belut. Baju ini longgar dan lapang dipakai, ada juga Kebaya Laboh atau Kebaya Panjang hingga dibawah lutut. Kedua bentuk baju ini memakai pesak atau kekek. Orang tua-tua ada juga yang memakai baju Kebaya Pendek dibawah pinggul sering dipakai untuk bekerja di rumah atau di ladang dan ke laut. Kalau perempuan setengah baya juga memakai seperti tersebut diatas, hanya bentuk bajunya agak sempit dan pada umumnya berupa stelan baju dengan kain yang berbunga dan ada kalanya polos. Sebagai penutup kepala mereka memakai selendang dari drihook bersegi empat dan kemudian dibentuk segitiga dan diletakkan diatas kepala serta ujungnya disimpulkan dileher. Orang tua maupun perempuan setengah baha selain selendang sebagai penutup kepala, mereka juga menggunakan Tudung Lingkup dari Kain Pelekat.

Pakaian orang tua laki-laki dan setengah baya berupa baju kurung Teluk Belanga Bertulang Belut dan baju kurung Cekak Musang. Untuk pakaian harian baju ini terbuat dari bahan katun dan kain samping pelekat, bentuk baju agak longgar.

Baju Melayu bagi orang tua sering memakai baju Melayu Dagang Luar digunakan untuk sholat dan bertamu ke tetangga.

Jadi bentuk pakaian harian bagi orang Melayu Riau adalah:

Untuk kaum perempuan baju Kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya Pendek.

Untuk kaum laki-laki baju kurung Teluk Belanga, baju kurung Cekak Musang, celana setengah lutut untuk anak laki-laki.

B. Pakaian Resmi dan Setengah Resmi
(i) Bentuk pakaian setengah resmi bagi kaum laki-laki adalah baju kurung Cekak Musang harus dilengkapi dengan: kopiah, kain samping, sepatu atau capal.

Kan samping yang dipakai tergantung pada kemampuan seseorang; boleh kain pelekat, kain tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll.

Pakaian setengah resmi ini dipakai dalam upacara keluarga, seperti; menghadiri perkawinan, acara keagamaan, sunnat rasul, dll. Sedangkan pakaian resmi adalah pakaian yang dipakai waktu menghadiri undangan dari Kerajaan, dari Pemerintah atau menghadiri jemputan resmi dari suatu kegiatan. Tidaklah sopan seandainya kita menghadiri upacara kekeluargaan atau jemputan yang terhormat dari suatu kegiatan pemerintah yang masa dahulunya di zaman kerajaan-kerajaan di Riau, kita memakai pakaian Melayu namun tidak memakai kopiah dan juga kain samping, maka jelaslah kita dicap orang yang tidak tahu adat sopan orang Melayu.

Untuk menghadiri upacara resmi seperti menghadiri jemputan dari Pemerintah, atau menghadiri Rapat Dewan yang resmi kalau kita berpakaian Melayu harus lengkap berbaju Melayu dengan tidak memakai kasut atau capal dan harisnya memakai sepatu kulit.

Adapun bahan baju Melayu itu sebaiknya dari bahan kain sutra atau bahan-bahan yang bagus seperti satin, atau bahan lainnya yang berkualitas.

Warna baju dengan warna celana harus sewarna. Dulunya pada zaman erajaan Melayu pada masa jayanya, tidak dibenarkan memakai warna kuning, karena warna kuning adalah warna kerajaan dan yang berhak memakai warna kuning adalah Sultan. Untuk para Datuk dan Orang Besar Kerajaan dalam upacara resmi sering memakai warna hitam, sedangkan warna kain boleh bebas kecuali warna kuning dan tidak dibolehkan memakai baju hitam berkain hitam, pakaian demikian adalah hak pemimpin yaitu Raja (Sultan). Sedangkan pakaian untuk orang lain boleh memakai warna apa saja sesuai dengan kemampuan dan kemauannya juga selera, asalkan tertib cara memakainya.

Cara berpakaian baju Melayu orang laki-laki adalah baju Melayu Cekak Musang yaitu leher berkerah setinggi 2 cm yang dalamnya dilapisi kain keras supaya kerah Cekak Musangnya kelihatan lebih rapi. Pada leher dipasang dua buah butang baju, dan 3 buah butang baju dibagian depan keras lebih kurang 22 cm dari leher ke dada.

Perlengkapan lain memakai baju Melayu Cekak Musang adalah kopiah hitam dan tidak memakai apa-apa di kopiah. Pada kopiah adakalanya dipakai kain putih yang dibelitkan di kopiah pada upacara meninggalnya atau (mangkat) seorang Sultan atau Pemimpin Negeri. Kain yang dipakai untuk mengikuti upacara resmi ini adalah kain samping yang terpilih, seperti: tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll.

Sistem memakai kain samping ini diikat di samping pinggang yang disebut ikat kain dagang dalam, karena baju terletak diluar kain disebut ikat kain dagang luar. Mengikat kain tidak boleh sembarangan karena sudah ada ketentuannya antara lain: tinggi kain bagi orang dewasa hanya setinggi lutut, sedangkan orang sudah berumur, tinggi kainnya 3 jari dibawah lutut. Kalau orang sudah lanjut usia umumnya memakai kain sering jauh dibawah lutut.

(ii) Bentuk pakaian resmi dan setengah resmi kaum perempuan adalah baju kurung Teluk Belanga dan baju Kebaya Laboh. Bahan baju ini dibuat dari bahan sutra, satin atau bahan brokat serta bahan yang bagus lainnya tergantung dengan kemampuan si pemakai. Persyaratan baju Melayu kaum perempuan ini karena dia disebut Baju Kurung maka jelas baju ini mengurung bagian aurat di badan agar tidak kelihatan, tidak terlalu sempit, tidak terlalu tipis yang memperlihatkan kulit badan.

Untuk kain yang dipakai adalah kain tenunan atau kain pilihan, seperti: kain tenun Siak, tenunan Indragiri, tenunan Daek atau kain tenunan lain yang bercorak Melayu.

Ukuran baju resmi dan setengah resmi bagi remaja panjang baju adalah 3 jari diatas lutut sedangkan orang tua 3 jari dibawah lutut. Untuk pemakaian kain adalah dengan cara kepala kain diletakkan di muka.

Untuk hiasan dikepala harus memakai sanggul yang disebut sanggul Jonget, sanggul Lintang atau sanggul Lipat Pandan. Setelah rambut disanggul kepala ditutup dengan kain tudung yang seharusnya tidak kelihatan rambut. Kain tudung untuk pakaian resmi dan setengah resmi ini adalah kain selendang anjang dan sekarang ini kaum wanita yang Islam umumnya menggunakan jilbab.

Memakai perhiasan didada sesuai dengan kemampuan sipemakai. Untuk alas kaki dipakai kasut yang dipilih sesuai selera, tidak memakai sendal jepit sebaiknya pakailah kasut yang memakai hak rendah atau hak tinggi. Warna yang dipakai dapat dipilih sesuai dengan selera dan juga disesuaikan dengan suasana waktu siang atau malam, agi atau sore.

C. Pakaian Upacara Adat
Yang dimaksud upacara adat adalah suatu kegiatan yang dibuat oleh emerintah (Kerajaan) antara lain:
- Upacara penobatan Raja & Permaisuri,
- Upacara pemberian gelar,
- Upacara pelantikan Datuk-Datuk, Ketua Adat atau Menteri Kerajaan,
- Upacara menjunjung duli,
- Upacara menyambut tamu-tamu agung atau tamu-tamu yang dihormati,
- Upacara adat menerima anugerah dan persembahan dari rakyat atau dari negara lain yang bersahabat.

Upacara seperti ini diatur oleh Kerajaan dizaman dahulunya, kalau sekarang diatur oleh Pemerintah atau Lembaga Adat Melayu Riau. Warna baju yang dipakai untuk upacara adat adalah warna hitam, berkain samping sesuai dengan tingkat derajatnya, stelan kuning dan stelan hitam adalah kain yang dipakai untuk Sultan atau Pemimpin Negeri. Kalau Sultan dalam upacara adat memakai tanjak hitam, demikian juga kalau memakai warna kuning harus seluruhnya berwarna kuning pula.

Kalau Datuk-Datuk orang besar dalam upacara adat memakai baju berwarna hitam berkain samping apa saja warnanya sesuai dengan seleranya, itulah sebagai pertanda perbedaan pimpinan dan bukan pimpinan.

(i) Pakaian adat untuk kaum erempuan
Jenis pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum perempuan baik muda maupun tua sama saja. Baju yang dipakai adalah baju kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, bagi anak gadis baju Kebaya Laboh Cekaka Musang.

Kepala memakai tudung Mente dan memakai tudung Kain Lingkup. Tudung Kain Lingkup apabila masuk ke ruangan kain Tudung Lingkup dilipatkan dipinggang kemudian dijepit dipinggang.

Rambut disanggul dengan bentuk sanggul Melayu, seperti sanggul Jonget, sanggul Lintang, dan sanggul Lipat Pandan. Perhiasan dipakai didada yang disebut dokoh dan gelang serta anting-anting.

Warna baju yang dipakai isteri Datuk-Datuk dan Orang Besar adalah warna hitam stelan dan berkain samping atau Tudung Lingkup yang berwarna lain. Warna kuning hanya dipakai oleh Sultan dan Permaisuri atau Pimpinan Tertinggi di daerahnya.

(ii) Pakaian adat untuk kaum laki-laki
Jenis pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum lelaki adalah baju kurung Cekak Musang, tidak dipakai baju kurung Teluk Belanga. Warna pakaian adat kaum lelaki berwarna hitam dari bahan saten atau bahan sutera dilengkapi dengan perlengkaan sebagai berikut:

a. Baju stelan dengan celana anjang samai ketumit,
b. Kain samping terbuat dari tenunan sendiri, seperti; tenun Siak, Indragiri, tenunan Daek, dll,
c. Tanjak sebagai penutup kepala,
d. Bengkung pengikat pinggang,
e. Sebilah keris Melayu Sepukal, atau Tuasik atau Tilam Upih,
f. Kasut capal atau sepatu.

Untuk Sultan atau Pimpinan Tertinggi memakai baju Cekak Musang berwarna kuning atau hitam satu stel baju, celana dan kain samping. Stelan baju penuh dengan taburan bunga cengkeh, bintang dari ornamen yang ditenun khusus. Sultan memakai tanjak yang bernama Belah Mumbang atau Elang Menyongsong Angin serta bertingkat 3 atau 5.

Biasanya Sultan memakai dua keris, satu yang pendek satu yang panjang, biasanya keris yang anjang dibawa oleh pengawalnya yang sangat dipercaya. Pakaian adat dipakai pada upacara adat seperti penobatan Raja-Raja, emberian gelar, penyambutan tamu agung, musyawarah besar adat dan upacara adat yang digelar oleh Kerajaan atau Pemerintah.

Memakai Bengkung tergantung tingkat seseorang dalam jabatannya dimasyarakat adat atau jabatan dalam struktur Kerajaan, seperti: Orang Besar Kerajaan, Putera Mahkota, angeran, kaum bangsawan, Datuk-Datuk, Datuk Bendahara, Datuk Laksemana, Datuk Panglima, Penghulu, Batin, Tongkat (wakil Batin) dan para pengawal.

Yang memakai selempang dari kanan ke kiri adalah Sultan berwarna kuning, sedangkan para pengawal memakai warna merah diujung lengan dan bengkung serta ikat kepala berwarna merah. Kecuali para pengawal yang mendampingi Sultan kemana saja adalah Hulubalang yang tangguh memakai pakaian hitam berkain samping kain Lejo dan memakai bengkung warna kuning dan memakai les merah.

D. Pakaian Upacara engantin
(i) Bentuk pakaian pengantin laki-laki orang Melayu Kepulauan atau Pesisir serta orang Melayu Daratan tidaklah berbeda jauh bentuk bajunya berupa baju kurung Cekak Musang atau baju kurung Teluk Belanga, kecuali di daerah Lima Koto Kampar baju pengantinnya berbentuk jubah yaitu baju terusan panjang hingga kebawah menutup mata kaki.

Perlengkapan pakaian laki-laki sebagai seorang pengantin Melayu adalah:
- Baju kurung Cekak Musang dari bahan tenunan satu stelan baju dan celana sama warnanya,
- Dikepala memakai Destar berbentuk mahkota dan adakalanya pengantin memakai tanjak,
- Memakai Sebai disebelah bahu kiri,
- Memakai kain samping dengan bunga kain kedepan,
- Pakai Bengkung,
- Pakai Keris,
- Pakai kalung panjang dilehernya pertanda ikatan keluarga,
- Membawa Sirih Lelat,
- Pakai kasut capal atau sepatu kulit.

Pakaian ini dipakai ada upacara langsung dimana pengantin laki-laki turun dari rumah ayah dan bundanya menuju kerumah pengantin perempuan. Untuk mengikuti acara akad nikah dan acara lainnya pengantin laki-laki memakai baju kurung Cekak Musang yang lengkap dengan memakai kopiah, kadang-kadang kopiah dihias dengan permata, kalau Orang Besar Kerajaan dan orang Bangsawan memakai lambang Kerajaan.

(ii) Pakaian pengantin perempuan
Pakaian upacara adat perkawinan bagi pengantin perempuan dalam masyarakat Melayu Riau terdapat beberapa bentuk tergantung pada kegiatan yang akan dilaksanakan, seperti : acara malam berinai, uacara akad nikah, acara bersanding, acara mandi damai serta acara berandam.

Pakaian pengantin perempuan dalam upacara malam berinai memakai pakaian Kebaya Laboh atau baju kurung Teluk Belanga, memakai hiasan dan pperhiasan serta memakai sanggul Melayu.

Pakaian pengantin pada upacara berandam hampir sama dengan memakai akaian Melayu harian; Kebaya Laboh atau Kebaya Pendek atau baju kurung Teluk Belanga. Rambut disanggul dengan sanggul Lipat Pandan atau sanggul Siput Jonget dihiasi dengan bunga-bunga hidup seperti cempaka, bunga melur dan bunga tanjung. Muka pengantin dibersihkan dan dicukur bulu romanya, dan dihias bulu keningnya. Setelah berandam dimandikan dengan air tujuh bunga serta memakai kain kemban didada.

Pakaian pengantin pada acara akad nikah berpakaian baju kurung Teluk Belanga atau baju kurung Kebaya Laboh, kepala ditutup dengan hiasan serta memakai tudung Mente. Sedangkan dada diberi perhiasan Dokoh bertingkat, pakai Pending, pakai Sebai dikanan dan duduk dikamar pengantin.

Pakaian pengantin pada upacara langsung atau bersanding : pengantin perempuan memakai akaian Melayu Kebaya Laboh atau baju kurung Teluk Belanga lengkap dengan atributnya kepala memakai pekakas andam dan dikening diletakkan Ramen perhiasan emas atau dibuat dari tekatan bedang emas, dada dihiasi dengan Dokoh bertingkat, lengan diberi gelang berkepala naga, dilengan bawah memakai gelang patah semat, sedangkan dikaki bergelang kaki berlipat rotan emas.

Dibahu kanan memakai sebai bertekat emas berjurai kelengan, pada pinggang memakai pending emas, dijari pakai canggai. Canggai hanya terlekat di ibu jari dan dijari kelingking (kedua belah jarinya). Kaki dipakai sepatu tertutup jari berwarna sesuai dengan kehendak pengantin berhak sedang yang disebut selepa. Pakaian waktu mandi damai berpakaian baju kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh atau baju Kebaya Pendek yang dibuat khusus untuk upacara mandi damai. Upacara mandi damai adalah suatu upacara untuk menyatakan syukur bahwa pengantin telah bersatu.

D. Pakaian Upacara Keagamaan (Ritual)
Pakaian acara keagamaan ini disesuaikan pemakaiannya pada acara kegiatan keagamaan yang akan kita laksanakan atau yang akan kita hadiri.

Bagi Pembesar Agama seperti Qodhi, Imam Mesjid memakai jubah berwarna hitam, panjang jubah sampai dimata kaki, kepala memakai terbus dan dibelit dengan kain tipis berwarna putih, biasanya dibuat berwarna merah. Bilal :biasanya memakai jubah berwarna hijau lumut disebelah luarnya sedangkan didalam tetap memakai baju kurung Cekak Musang dan juga memakai terbus dibalut kain putih tipis. Gharin Mesjid memakai baju Melayu Dagang Luar dengan memakai kopiah hitam atau kopiah haji dan memakai kain samping pelekat.

Sedangkan orang biasa dalam acara agama ada terbagi dua:
- Kalau acara resmi dalam rangka kegiatan Hari Raya, pada hari-hari besar agama memakai pakaian baju Melayu lengkap seperti baju Melayu Cekak Musang atau baju Melayu Teluk Belanga, yang disebut baju Melayu Dagang Dalam.
- Untuk pergi sholat Jum’at biasanya boleh memakai baju Melayu harian atau baju Melayu Dagang Luar dengan memakai kain samping kain pelekat dan pakai kopiah, pada umumnya kalau sudah pernah menunaikan ibadah haji bisa memakai kopiah haji.