arsitektur Rumah Adat Melayu Riau
Rumah Melayu Riau
Bagian-Bagian Rumah Melayu
A. Atap
Bahan
utama atap adalah daun nipah dan dau rumbia, tetapi pada
perkembangannya sering dipergunakan atap seng. Dilihat dari bentuknya,
bubugan rumah Melayu dapat dibedakan menjadi :
1. Bubungan panjang sederhana
2. Bubungan Lima
3. Bubungan Perak
4. Bubungan Kombinasi
5. Bubungan Limas
6. Bubungan Panjang Berjungkit
7. Bubungan Gajah Minum
a. Lambang Pada Atap
1. Atap Kajang
Bentuk
atap ini dikaitnya dengan fungsinya, yaitu tempat berteduh dari hujan
dan panas. Yang memiliki makna, hendaknya sikap hidup orang Melayu dapat
pula menjadi naungan bagi keluarga dan masyarakat.
2. Atap Layar
Bentuk atap yang bertingkat disebut Atap layar, Ampar labu, Atap bersayap, atau Atap bertinggam.
3. Atap Lontik
Atap
yang kedua ujung perabungnya melentik ke atas melambangkan bahwa pada
awal dan akhir hidup manusia akan kembali kepada penciptanya. Sedangkan,
lekukan pada pertengahan perabungnya melambangkan Lembah keidupan yang
kadang kala penuh dengan cobaan.
4. Atap Limas
Hingga
saat ini belum diketahui apa makna lambang pada bentuk atap limas.
Kemungkinan dahulu orang melayu mengenal lambang pada bentuk ini,
terutama yang berkaitan dengan kepercayaan dalam agama Hindu dan Budha,
atau terpengaruh atap banggunan Eropa. Namun demikian, bentuk limas ini
sudah menjadi salah satu bntuk banggunan tradisional Melayu Riau.
b. Selembayung
Selembayung juga disebut juga Sulo Bayung dan Tanduk Buang,
adalah hiasan yang terletak bersilang pada kedua ujung perabung
bangunan belah bubung dan rumah lontik. Pada bagian bawah adakalanya
diberi pula hiasan tambahan seperti tombak terhunus, menyambung kedua
ujung perabung (tombak-tombak) Selembayung memiliki beberapa makna, antara lain :
1. Tajuk Rumah : selembayung membangitkan seri dan cahaya rumah.
2. Pekasih Rumah : lambang keserasian dalam kehidupan rumah tangga.
3. Pasak Atap : lambang sikap hidup yang tahu diri.
4. Tangga Dewa : lambang tempat turun para dewa, mambang, akuan, soko, keramat, dan sisi yang membawa keselamatan bagi manusia.
5. Rumah Beradat : tanda bahwa bangunan itu adalah tempat kediaman orang berbangsa, balai atau kediaman orang patut-patut.
6. Tuah Rumah : lambang bahwa bangunan itu mendatangkan tuah kepada pemiliknya.
7. Lambang Keperkasaan dan Wibawa : selembayung yang dilengkapi dengan tombak-tombak melambangkan keturunan dalam rumah tangga, sekaligus sebagai lambang keperkasaan dan wibawa pemliknya.
8. Lambang Kasih Sayang :
motif ukiran selembayung (daun-daun dan bunga) melambangkan perwujudan,
tahu adat dan tahu diri, berlanjutnya keturunan serta serasi dalam
keluarga.
c. Sayap Layang-layang atau Sayap Layangan
Hiasan
ini terdapat pada keempat sudut cucuran atap. Bentuknya hampir sama
dengan selembayung. Setiap bangunan yang berselmbayung haruslah memakai
sayap layangan sebagai padanannya. Letak sayap layang-layang pada empat
sudut cucuran atap merupakan lambang sari empat pintu hakiki, yaitu
pintu rizki, pintu hati, pintu budi, dan pintu Illahi. Sayap
layang-layang juga merupakan lambang kebebasan, yaitu kebebasan yang
tahu batas dan tahu diri.
d. Lebah Bergantung
Hiasan
yang terletak di bawah cucuran atap (lispang) dan kadang-kadang di
bagian bawah anak tangga. Hiasan ini melambangkan manisnya kehidupan
rumah tangga, rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri.
e. Perabung
Hiasan yang terdapat pada perabung rumah /terletak sepanjang perabung disebut Kuda Berlari.
Hiasan ini amat jarang digunakan, lazimnya hanya dipergunakan untuk
perabung istana atau balai tertentu. Hiasan ini mengandung beberapa
lambang, yaitu:
1. Lambang Kekuasaan : yakni pemilik banguna itu adalah penguasa tertinggidi wilayahnya.
2. Lambang lainnya terdapat pada bentuk dan nama ukirannya.
f. Singap/Bidai
Bagian
ini biasanya dibuat bertingkat dan diberi hiasan yang sekaligus
berfungsi sebagai ventilas. Pada bagian menjorok keluar di beri lantai
yang disebut teban layar atau lantai alang buang atau disebu juga Undan- undan.
B. Tiang
Bangunan
Tradisional Melayu adalah bangunan bertiang. Tiang dapat berbentuk
bulat atau persegi. Jumlah tiang rumah induk paling banyak 24 buah,
sedangkan tiang untuk bagian bangunan lainnya tidak ditentukan
jumlahnya. Pada rumah bertiang 24, tiang-tiang itu didirikan dalam 6
baris, masing-masing 4 buah tiang termasuk tiang seri.
Lambang-lambang pada tiang :
1. Tiang
tua : tiang utama yang terletak disebelah kanan dan kiri pintu tengah,
atau tiang yang terletak ditengah bangunan yang pertama kali ditegakkan.
Tiang tua melambangkan tua rumah, yaitu pimpinan di dalam banguna itu, pimpinan di dalam keluarga dan masyarakat.
2. Tiang
seri : tiang yang terletak di keempat sudut bangunan induk, dan tidah
boleh dari tanah terus ke atas. Tiang seri melambangkan Datuk Berempat
atau induk berempat, serta melambangkan empat penjuru mata angin.
3. Tiang
penghulu : tiang yang terletak di antara pintu muka denhan tiang seri
disudut kanan muka bangunan. Tiang ini melambangkan bahwa rumah itu
didirikan menurut ketentuan adat istiadat, dan sekaligus melambangkan
bahwa kehidupan didalam keluarga wajib disokongoleh anggota keluarga
lainnya.
4. Tiang tengah : tiang yang terletak di antara tiang-tiang lainnya, terdapat diantara tiang tua dan tiang seri.
5. Tiang
bujang : tiang yang dibuat khusus di bagian tengah bangunan induk,
tidak bersambung dari lantai sampai ke loteng atau alangnya. Tiang ini
melambangkan kaum kerabat dan anak istri.
6. Tiang
dua belas : tiang gabungan dari 4 buah tiang seri, 4 buah tiang tengah,
2 buah tiang tua, 1 buah tiang penghulu, dan 1 buah tiang bujang.
C. Pintu
Disebut juga Ambang atau Lawang. Pintu
masuk bagian muka disebut pintu muka, sedangkan pintu di bagian
belakang di sebut pintu dapur. Pintu berbentuk persegi empat panjang.
Ukuran pitu lebar antara 60 s/d 100 cm, tinggi 1,50 s/d 2 meter.
D. Jendela
Jendela lazim disebut tingkap atau pelinguk.
Bentuknya sama seperti bentuk pintu, tetapi ukurannya lebih kecil atau
lebih rendah. Daun jendela dapat terdiri atas dua atau satu lembar daun
jendela. Ketinggian letak jendela di dalam sebuah rumah tidak selalu
sama. Perbedaan ketinggian ini adakalanya disebabkan oleh perbedaan
ketinggian lantai, ada pula yang berkaitan dengan adat istiadat. Umumnya
jendela tengah di rumah induk lebih tinggi dari jendela lainnya.
Jendela
mengandung makna tertentu pula. Jendela yang sengaja dibuat setinggi
orang dewasa berdiri dari lantai, melambangkan bahwa pemilik bangunan
adalah orang baik-baik dan patut-patut dan tahu adat dan tradisinya.
Sedangkan yang letaknya rendah melambangkan pemilik bangunan adalah
orang yang ramah tamah, selalu menerima tamu dengan ikhlas dan terbuka.
E. Tangga
Tangga
naik ke rumah pada umumnya menghadap ke jalan umum. Tiang tangga
berbentuk segi empat atau bulat. Bagian atas disandarkan miring ke
ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak tangga dapat di bentuk
bulat atau pipih.
F. Loteng
Dalam bahasa Melayu disebut langa.
G. Lantai
Lantai rumah induk pada umumnya diketam rapi dengan ukuran lebar antara 20 s/d 30 cm.
H. Dinding
Papan
dinding dipasang vertikal. Kalau ada yang dipasang miring atau
bersilang, pemasangan tersebut hanya untuk variasi. Untuk variasi sering
pula dipasang miring searah atau miring berlawanan, dengan kemiringan
rata-rara 45 derajat.
rumah adat melayu
Rumah Melayu/Balai Adat Melayu Riau
Rumah adat
di daerah Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Ruangan rumah ini terdiri dari
ruangan besar untuk tempat tidur. ruangan bersila, anjungan dan dapur. Rumah
adat ini dilengkapi pula dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan
dan musyawarah adat.
SUMBER CORAK
Corak dasar
Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan
benda-benda angkasa. Benda-benda itulah yang direka-reka dalam bentuk-bentuk
tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun
dalam bentuk yang sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi
menampakkan wujud asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik
pulang petang, semut beriring, dan lebah bergantung.
Di antara
corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada
tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama
Islam sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada halhal yang
berbau “keberhalaan”. Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat
tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak
semut dipakai -walau tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut
beriringkarena sifat semut yang rukun dan tolong-menolong. Begitu pula dengan
corak lebah, disebut lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu memakan
yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu).
Corak naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa
lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang,
matahari, dan awan dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu
pula.
Ada pula
corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik(Belah ketupat),
lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi
yang diambil dari kitab Alquran. Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu
sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya
nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.
RAGAM
ORNAMEN
Bangunan
BALAI ADAT MELAYU RIAU pada umumnya diberi ragam hiasan, mulai dari
pintu,jendelah,vetilasi sampai kepuncak atap bangunan,ragam hias disesuaikan
dengan makna dari setiap ukiran. Selembayung
disebut juga “ selo bayung “ dan “tanduk buang” adalah hiasan yang terletak
bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.pada bangunan balai adat melayu
ini setiap pertemuan sudut atap di beri selembayung yang terbuat dari ukiran
kayu.
Hiasan pada
pintu dan jendelah
Hiasan pada bagian
atas pintu dan jendelah yang disebut”lambai-lambai”,melambangkan sikap ramah
tamah. Hiasan “Klik-klik” disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan
pagar.
Rumah
Lancang (Rumah Tradisional Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)
Asal-Usul
Rumah
Lancang atau Pencalang merupakan nama salah satu Rumah tradisional masyarakat
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia. Selain nama Rumah Lancang atau
Pencalang, Rumah ini juga dikenal dengan sebutan Rumah Lontik. Disebut Lancang
atau Pencalang karena bentuk hiasan kaki dinding depannya mirip perahu, bentuk
dinding Rumah yang miring keluar seperti miringnya dinding perahu layar mereka,
dan jika dilihat dari jauh bentuk Rumah tersebut seperti Rumah-Rumah perahu
(magon) yang biasa dibuat penduduk. Sedangkan nama Lontik dipakai karena bentuk
perabung (bubungan) atapnya melentik ke atas.
Rumah
Lancang merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk
menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu,
ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak,
wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan
gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan puasa. Selain itu, pembangunan
Rumah berbentuk panggung sehingga untuk memasukinya harus menggunakan tangga
yang mempunyai anak tangga berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi
keyakinan masyarakat.
Dinding luar
Rumah Lancang seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang tegak
lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas, dan, terkadang,
disambung dengan ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat seperti bentuk
perahu. Balok tutup atas dinding juga melengkung meskipun tidak semelengkung
balok tumpuan. Lengkungannya mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua
ujung perabung diberi hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan sayok lalangan
merupakan ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada
yang menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.
Keberadaan
Rumah Lancang, nampaknya, merupakan hasil dari proses akulturasi arsitektur
asli masyarakat Kampar dan Minangkabau. Dasar dan dinding Rumah yang berbentuk
seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat Kampar, sedangkan bentuk atap
lentik (Lontik) merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi
arsitektur terjadi karena daerah Kampar merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat,
dari Lima Koto menuju wilayah Tanah Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah
Lima Koto mencakup Kampung Rumbio, Kampar, Air, Tiris, Bangkinang, Salo, dan
Kuok. Oleh karena Kampar merupakan bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka
proses akulturasi merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. Hasil dari proses
akulturasi tersebut nampak dari keunikan Rumah Lancang yang sedikit banyak
berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah Riau Daratan dan Riau Kepulauan.
Asal-Usul
Kepulauan
Riau merupakan salah satu satu provinsi di Indonesia. Daerah ini merupakan
gugusan pulau yang tersebar di perairan selat Malaka dan laut Cina selatan.
Keadaan pulau-pulau itu berbukit dengan pantai landai dan terjal. Mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan petani. Sedangkan agama yang dianut
oleh sebagian besar dari mereka adalah Islam.
Kondisi alam
dan keyakinan masyarakat Kepulauan Riau sangat mempengaruhi pola arsitektur
rumahnya. Pengaruh alam sekitar dan keyakinan dapat dilihat dari bentuk
rumahnya, yaitu berbentuk panggung yang didirikan di atas tiang dengan tinggi
sekitar 1,50 meter sampai 2,40 meter. Penggunaan bahan-bahan untuk membuat
rumah, pemberian ragam hias, dan penggunaan warna-warna untuk memperindah rumah
merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan dan ekpresi nilai keagamaan dan
nilai budaya.
Salah satu
rumah untuk tempat tinggal masyarakat Kepulauan Riau adalah rumah Belah Bubung.
Rumah ini juga dikenal dengan sebutan rumah Rabung atau rumah Bumbung Melayu.
Nama rumah Belah Bubung diberikan oleh orang Melayu karena bentuk atapnya
terbelah. Disebut rumah Rabung karena atapnya mengunakan perabung. Sedangkan
nama rumah Bubung Melayu diberikan oleh orang-orang asing, khususnya Cina dan
Belanda, karena bentuknya berbeda dengan rumah asal mereka, yaitu berupa rumah
Kelenting dan Limas.
Nama rumah
ini juga terkadang diberikan berdasarkan bentuk dan variasi atapnya, misalnya:
disebut rumah Lipat Pandan karena atapnya curam; rumah Lipat Kajang karena
atapnya agak mendatar; rumah Atap Layar atau Ampar Labu karena bagian bawah
atapnya ditambah dengan atap lain; rumah Perabung Panjang karena Perabung
atapnya sejajar dengan jalan raya; dan rumah Perabung Melintang karena
Perabungnya tidak sejajar dengan jalan.
Besar
kecilnya rumah yang dibangun ditentukan oleh kemampuan pemiliknya, semakin kaya
seseorang semakin besar rumahnya dan semakin banyak ragam hiasnya. Namun
demikian, kekayaan bukan sebagai penentu yang mutlak. Pertimbangan yang paling
utama dalam membuat rumah adalah keserasian dengan pemiliknya. Untuk menentukan
serasi atau tidaknya sebuah rumah, sang pemilik menghitung ukuran rumahnya
dengan hitungan hasta, dari satu sampai lima. Adapun uratannya adalah: ular
berenang, meniti riak, riak meniti kumbang berteduh, habis utang berganti
utang, dan hutang lima belum berimbuh. Ukuran yang paling baik adalah jika
tepat pada hitungan riak meniti kumbang berteduh.
Rumah adat melayu limas potong
Limas Potong
adalah salah satu bentuk rumah tradisional masyarakat melayu Riau Kepulauan.
Rumah Limas Potong berbentuk rumah panggung, sebagaimana rumah tradisional di
Sumatra pada umumnya. Tingginya sekitar 1,5 meter dari atas permukaan tanah.
Dinding rumah terbuat dari susunan papan warna coklat, sementara atapnya berupa
seng warna merah. Kusen pintu, jendela serta pilar anjungan depan rumah dicat
minyak warna putih.
Jenis rumah
adat melayu yang lain adalah rumah tradisional Belah Bubung. Kalau di Riau
daratan, rumah tradisionalnya ada Rumah Lontik, dan Rumah Salaso Jatuh Kembar.
RINGKASAN SENI RUPA
TERAPAN DAERAH SETEMPAT
- Berbagai Teknik Pembuatan Karya Seni rupa Terapan Daerah Setempat.
Beberapa
seni rupa yang terbuat dari kayu, bamboo, rotan, dan gerabah:
- Kerajinan Bambu dari Tasikmalaya.
- Kerajinan Rotan dari Corebon.
- Kerajinan Ukiran.
- Gerabah.
- Klasifikasi Karya Seni Rupa Terapan Berdasarkan Sosial Budaya Masyarakat Setempat.
Pencipataan
karya seni rupa terapan daerah tradisional daerah tidak terlepas dari pengaruh
social budaya daerah setempat, salah satu contoh benda seni rupa yang
dipengaruhi oleh adat masyarakat yang sangat dikenal adalah bentuk rumah adat.
Berikut ini contoh rumah adat:
- NAD => Rumah Aceh.
- Sumatra Utara => Rumah Balai Batak Toba.
- Sumatra Barat => Rumah Gadang.
- Sumatra Selatan => Rumah Rakit
- Riau => Selaso Jatuh Kembar.
- Jambi => Rumah Panggung.
- Lampung => Huwo Sesat.
- Bengkulu => Rumah Bubungan Limas.
- DKI Jakarta => Joglo.
10.
Jawa Barat => Kasepuhan.
11.
Jawa Tengah => Joglo.
12.
Jawa Timur => Joglo.
13.
D.I. Yogyakarta => Joglo.
14.
Bali => Natah/Natar.
15.
Madura => Dalam Loka Samawa.
16.
NTB => Sao Ata Nusa Lakitana.
17.
NTT => Rumah Panjang (Bentang).
18.
Kalimantan Barat => Rumah Lamin.
19.
Kalimantan tengah =>Rumah Bentang.
20.
Kalimantan Selatan => Rumah Banjar.
21.
Kalimantan Timur => Rumah Lamin.
22.
Sulawesi Utara => Rumah Adat dari Bolaang Mongandow.
23.
Sulawesi Tenggara => Laikas.
24.
Sulawesi Tengah => Souraja/Rumah Besar.
25.
Sulawesi Selatan => Tongkonan/Rumah Toraja.
26.
Maluku => Balleo.
27.
Irian Jaya => Rumah Kari Wari.
Rumah adat
di suatu daerah setempat memiliki fungsi khusus bagimasyarakatnya. Contohnya
rumah adat tana toraja yang bernama tongkonan. Tongkonan berasal dari istillah
“tongkon” yang berarti duduk. Tongkonan mempunyai beberapa fungsi antara lain:
- Pusat budaya.
- Pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga, kegotongroyongan.
- Pusat dinamisator, motifator, dan stabilisator social.
Berikut
adalah beberapa jenis tongkonan:
- Tongkonan layuk atau pesio’ aluk. Sebagai tempat untuk menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
- Tongkonan pekaindoran atau pekamberan atau keparengesan. Sebagai tempat pengurus dan pengatur pemerintahan adat berdasarkan aturan dari tongkonan pesio’ aluk.
- Tongkonan batu a’riri. Sebagai toongkonan penunjang tongkonan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan.
- Tongkonan marimbuna. Merupakan rumah sekaligus tempat mandi pimiliknya (marimbuna).
C
Membandingkan Ciri-Ciri Khusus Berbagai Karya Seni Rupa Terapan Daerah
Setempat.
Suatu benda
seni rupa yang dikatakan unik adalah karya seni rupa yang memiliki cirri khusu
yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Keunikan atau kekhasan yang disebut dapat
berupa bentuknya, teknik pembuatannya, ataupun gagasan yang
melatarbelakanginya.
1 komentar:
INFO LOWONGAN KERJA
Posisi Pekerjaan :
Penenun
(Karyawan Tenun ATBM / Alat Tenun Bukan Mesin)
Persyaratan :
- Perempuan, Belum Menikah, umur 19 – 25 tahun
- Jujur, lebih disukai Suku Jawa.
- Domisili di kota Pekanbaru
- Lulusan SMK Tekstil Kriya / Tata Busana (berijazah), atau pernah mengikuti Pelatihan Tenun / Magang Tenun, atau Telah Berpengalaman Tenun 1 tahun.
Surat Lamaran dan CV (daftar riwayat hidup) dapat diantar langsung ke :
"Rumah Jahit Femina"
Perumahan Bandar Asri
Jl. Rawa Sejati No. 4 Rt.01/Rw.10
(belakang Warehouse JNE Rawa Indah)
Sidomulyo Timur - Marpoyan Damai
Pekanbaru 28125
HP. 0813 9615 4436
Posting Komentar