Bangunan istana ini masih berdiri kokoh hingga saat ini, namanya Istana Siak Sri Indrapura. Peninggalan sejarah ini menjadi saksi bisu kalau dahulu pernah ada sebuah kerajaan besar di sana.
Secara
harfiah Istana Siak Sri Indrapura, juga bermakna pusat kota raja yang
taat beragama. Kata Siak sendiri dalam anggapan orang Melayu yaitu
bertali erat dengan agama islam, jadi orang siak adalah orang-orang yang
hidupnya tekun beragama, dalam pendapat lain kata Siak berasal dari
kata siak-siak yaitu sejenis rumput-rumputan yang akar dan buahnya
dijadikan obat, yang akhirnya Siak diabadikan sebagai nama Istana Siak
Sri Indrapura.
Nama
Siak, dapat merujuk kepada sebuah klan di kawasan antara Pakistan dan
India, Sihag atau Asiagh yang bermaksud pedang. Masyarakat ini dikaitkan
dengan bangsa Asii, masyarakat nomaden yang disebut oleh masyarakat
Romawi, dan diidentifikasikan sebagai Sakai oleh Strabo seorang penulis
geografi dari Yunani.
Bangunan
yang bercirikan arsitektur gabungan antara Melayu, Arab, dan Eropa ini
biasa juga disebut Asserayah Hasyimiah. Dibangun oleh Sultan Syarif
Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 (ada juga yang menyebut
tahun 1723) oleh arsitek berkebangsaan Jerman.
Dalam
perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari
yang kuat dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur
Sumatera dan Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa.
Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan
Barat, sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan
Kalimantan.
Istana
yang seringkali juga disebut Istana Matahari Timur ini merupakan
bangunan yang terdiri dari dua lantai. Lantai bawah dibagi menjadi enam
ruangan sidang: Ruang tunggu para tamu, ruang tamu kehormatan, ruang
tamu laki-laki, ruang tamu untuk perempuan, dan satu ruangan disamping
kanan adalah ruang sidang kerajaan yang juga digunakan untuk ruang
pesta. Lantai atas terbagi menjadi sembilan ruangan yang berfungsi untuk
istirahat Sultan dan para tamu kerajaan.
Ruangan
depan istana, merupakan ruang tunggu para tamu, di dalmanya terdpat 2
bagian ruang, untuk para tamu terhormat disebut ruangan Kursi Gading,
berkain gordin warna hijau lumut khusus untuk tamu kaum laki-laki; dan
satu ruang terhormat berikutnya untuk kaum perempuan.
Ruangan
di sisi kanan, adalah Ruang Sidang kerajaan dan sekaligus digunakan
sebagai ruang pesta. Ruangan di sisi kiri, adalah upacara adat kerajaan
melayu dipergunakan untuk pelantikan, perwakilan, upacara menjunjung
duli dan upacara hari-hari besar keagamaan.
Ruangan
belakang, adalah sebuah ruang keperluan persiapan perjamuan makan untuk
santapan para tamu dan raja-raja serta pembesar kerajaan. Pada ruangan
ini terdapat tangga besi spiral indah buatan Jerman untuk tangga naik ke
lantai atas. Pada ruang belakang ini terdapat pelantar (koridor)
sepanjang 500 meter berbentuk huruf T, dipergunakan untuk jamuan makan
bagi rakyat umum. Lantai atas terbagi menjadi sembilan ruangan,
berfungsi untuk istirahat Sultan serta para tamu Istana.
Bangunan
bersejarah ini selesai dibangun pada tahun 1893. Pada dinding istana
dihiasi dengan keramik yang khusus didatangkan dari Prancis. Beberapa
koleksi benda antik Istana, kini disimpan di Museum Nasional di Jakarta,
dan di Istananya sendiri menyimpan duplikat dari koleksi tersebut.
Dipuncak
bangunan terdapat enam patung burung elang yang dijadikan sebagai
lambang keberanian Istana. Di sekitar istana masih dapat dilihat delapan
meriam menyebar di ke berbagai sisi-sisi halaman istana dan disebelah
kiri belakang Istana terdapat bangunan kecil sebagai penjara sementara.
Beberapa
bangunan sejarah lainnya yang tak hanya Istana Siak dapat juga dilihat
di sekitar bangunan, seperti Jembatan Istana Siak berada sekitar 100
meter disebelah Tenggara kompleks Istana Siak Sri Indrapura.
Kemudian
ada Balai Kerapatan Tinggi Siak pada masa pemerintahan Sultan
Assyaidisyarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889. Bangunan
ini menghadap kearah sungai (selatan). Tangga masuk bangunan terbuat
dari beton. Balai Kerapatan tinggi Siak dahulu berfungsi sebagai tempat
pertemuan (sidang) Sultan dengan Panglima-panglimanya.
Bangunan
ini bertingkat 2, denah persegi 4, berukuran 30, 8 X 30, 2 m dengan
tiang utama berupa pilar berbentuk silinder. Lantai bawah bangunan
terdiri dari 7 ruang dan lantai atas 3 ruang.
Ada
juga Masjid Syahabuddin, masjid ini merupakan masjid Kerajaan Siak yang
dibangun pada masa pemerintahan Sultan Kasim I. Masjid berdenah 21, 6 X
18, 5 m. Bangunan masjid telah berkali-kali mengalami perbaikan tetapi
masih mempertahankan bentuk aslinya. Kemudian ada juga Makam Sultan
Kasim II, (Sultan terakhir mangkat pada 23 April 1968.
Didalam
istana tersimpan barang koleksi sisa peninggalan Sultan Syarif Hasim
dan barang-barang persembahan semasa Sultan Syarif Kasim II antara lain
seperti Komet, sejenis gramafon raksasa terbuat dari tembaga dengan
piring garis tengah 1 meter dari bahan kuningan (pelat kuningan) dapat
mengeluarkan bunyi-bunyian musik klasik karya Beethoven dan Mozart,
buatan Jerman
Ada
juga Singasana, Berupa kursi keemasan yang penuh dengan ukiran yang
indah dari bahan kuningan berbalut dengan emas (yang pernah hilang dan
dikonservasi kembali oleh Museum Nasional Jakarta).
Kemudian
Payung kerajaan, Berlambang naga berjuang dan kalimat Allah serta
tulisan Muhammad bertangkup dari kain sutera kuning keemasan. Ada juga
Senjata Kerajaan Melayu, Tombak, keris, meriam, serta alat nobat, cermin
mustika, kursi-kursi, lampu-lampu kristal beratnya 1 ton, barang-barang
keramik dari Cina dan Eropa, diorama, patung perunggu Ratu Belanda
Helmina dan patung pualam Sultan bermata berlian, benda-benda upacara
lain, serta piring-piring, cangkir, gelas, sendok bermerk lambang
kerajaan.
Bendera
Kerajaan Siak, berwarna kuning keemasan, di tengah terdapat lambang
kerajaan bermoptif kapala naga berjuang dan di atasnya terdapat kalimat
Allah serta kaligrafi Muhammad bertangkup.
Replika
Mahkota Kerajaan Siak, dibuat semasa pemerintahan Sultan Siak X,
Assyaidis Syarif Kasim Syaifuddin (Syarif Kasim I). Replika mahkota ini
berbalut emas dan bertaburkan permata, sedangkan yang asli terdapat di
Museum Nasional Jakarta.
Ada
juga Tempat Pembakar (Setanggi), merupakan wewangian yang berasal dari
ramuan tumbuh-tumbuhan, dengan membakar setanggi akan keluar aroma yang
wangi dan ketika itu berfungsi sebagai pengharum ruangan istana.
Canang,
berbentuk guci terletak di ujung ruangan jamuan istana, bila dipukul
canang ini mengeluarkan bunyi gaung, digunakan oleh Sultan untuk
memanggil pelayan istana. Gendang nobat, gendang yang di bunyikan pada
penobatan sultan kerajaan sejak tahun pertama yaitu tahun 1723 baju
gendang ini berwarna kuning yang bias dig anti bila sudah di pakai
beberapa hari.
Lambang
Kerajaan Siak, Muhammad bertangkup namanya lambang Kerajaan Siak Sri
Indrapura, berwarna emas di sisi kiri serta kana ada lambang naga yang
di tengah-tengahnya merupakan lambang dan kota Siak Sri Indrapura
Patung
Raja dan prajuritnya, Patung ini diibarat kan sebagai pada zaman
sultan-sultan tersebut mengadakan musawarah bersama prajurit dan
penasehat-penasehat kerajaan.
Selain
itu juga terdapat Foto Raja Sultan Syarif Hasyim (Sultan Siak ke XI),
Patung Sultan Syarif Hasyim, Kain sampul Gendang Nobat, Pecah Belah,
Gelas atau Seloka, Al-Quran, Gerampon, Meja dan Kursi beserta Mahkota,
Bunga, Foto-foto, Cinderamata, Lampu Hiasan, Baju dan lainnya. (*)
sumber http://riaubisnis.com/index.php/industry-news/pariwisata-industry/5505-jejak-sejarah-di-istana-matahari-timur
sumber http://riaubisnis.com/index.php/industry-news/pariwisata-industry/5505-jejak-sejarah-di-istana-matahari-timur
0 komentar:
Posting Komentar