Propinsi
Riau kalau kita lihat secara geografis suku Melayu yang berdiam dan
bertempat tinggal dikawasan ini dapat dibagi tiga kelompok besar, yang
dikenal dengan kelompok: orang Melayu Kepulauan, orang Melayu Pesisir
dan orang Melayu Daratan.
Orang Melayu Kepulauan adalah orang
Melayu yang hidup dan bertempat tinggal di pulau-pulau sepanjang Selat
Malaka, laut Cina Selatan, Selat Singapura dan Selat Bangka.
Orang
Melayu Pesisir adalah orang Melayu yang hidup berdiam disepanjang
Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Indragiri dan Sungai Kampar serta
disepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera. Sedangkan orang Melayu Daratan
adalah orang Melayu yang hidup didaratan yang berbatas dengan Bukit
Barisan Negeri Minangkabau dan Tapanuli Selatan, serta orang-orang
Melayu yang hidup dan berdiam di hulu-hulu sungai-sungai besar di
Propinsi Riau, seperti: Suangai Kampar, Rokan, Indragiri dan Sungai
Siak.
Adat istiadat yang berlaku di daerah kelompok Melayu di
Propinsi Riau sesuai dengan Musyawarah Adat Melayu Riau adalah adat
bersendikan syarak, syarak bersendirkan Kitabbullah dan Sunnah Nabi.
Adat
istiadat Melayu di Propinsi Riau berpangkal pada adat istiadat Melayu
yang berada pada zaman kebesaran kerajaan-kerajaan yang terdapat di
Melaka, Johor dan di daerah Riau seperti Kerajaan Siak, Kerajaan
Indragiri, Kerajaan Riau Lingga, Kerajaan Pelalawan, Kerajaan Rambah,
Kerajaan Gunung Sailan, Kerajaan Rokan dan Kerajaan Kampar yang berpunca
pada kerajaan Melaka dan Johor. Namun demikian di daerah perbatasan
dengan negeri Minangkabau dan Tapanuli Selatan terdapatnya akulturasi
adat dan kebiasaan dikawasan perbatasan tersebut.
Oleh karena
Kerajaan Melaya yang pertama Rajanya masuk Islam, maka segala adat
istiadat Melayu itu syahlah menurut syarak dan syariat Islam (Tengku
Tonel, 1920). Maka adat istiadat yang tidak bersendikan syarak atau
syariat Islam tidak dibenarkan berlaku di negeri Melayu. Sehingga
dikenal dengan ungkapan orang Melayu beragama Islam, beradat istiadat
Melayu dan berbahasa Melayu. Tetapi orang pendatang ke negeri Melayu
sesuai dengan adat istiadat Kerajaan Melayu, harus mengikuti adat
istiadat yang berlaku di negeri Melayu, seperti kata pepatah: “dimana
bumi dipijak, disana langit dijunjung”.
Orang Melayu yang
bermukim di daerah Propinsi Riau adalah adat Melayu yang mempunyai corak
yang sama dan mempunyai ciri-ciri yang berlainan setiap daerah dan
kelompok adat, tetapi tetap mempunyai kesamaan, seperti: adat Raja-Raja,
adat Datuk-Datuk, adat Orang Besar Kerajaan, adat Penghulu, Batin serta
adat hamba Raja.
Didalam makalah ini kita akan mebicarakan
khusus mengenai Tata Cara Berpakaian Baju Melayu Riau, sesuai dengan
anjuran dari pihak pelaksanan Seminar Tata Cara Berbusana Melayu, dalam
hal ini Dinas Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata Propinsi Riau.
II. Pakaian Tradisional Melayu Riau dan Tata Caranya
Pakaian baju Melayu Riau secara tradisional tempo dulu dapat dibagi antara lain sebagai berikut:
- Pakaian harian
- Pakaian resmi dan setengah resmi
- Pakaian upacara adat
- Pakaian upacara perkawinan
- Pakaian upacara keagamaan
Pada
zaman kerajaan-kerajaan di daerah Propinsi Riau ini, orang memakai
pakaian menurut keperluan dan tempat serta kegiatan yang dihadapi, tidak
dapat dilanggar semaunya. Kalau kita langgar berarti kita melanggar
adat, atau dalam tata cara berpakaian disebut tidak sopan dan lebih
keras lagi disebut tidak tahu adat. Maka dalam makalah ini saya akan
mencoba meguraikan secara singkat pakaian baju Melayu dan bagaimana
memakainya menurut urutan yang tersebut diatas.
A. Pakaian Harian
Yang
dimaksud dengan pakaian harian adalah pakaian yang dipakai oleh orang
Melayu setiap harinya, baik masa kanak-kanak, remaja, orang setengah
baya maupun orang tua. Pakaian harian ini dipakai untuk melaksanakan
kegiatan harian, baik untuk bermain, ke ladang, ke laut, di rumah maupun
kegiatan dalam kehidupan di masyarakat.
a. Pakaian harian masa kanak-kanak
Pakaian
harian anak waktu kecil yang kita kenal Baju Monyet yang dipakai oleh
anak-anak lelaki. Kalau dia sudah meningkat besar dia memakai baju
kurung teluk belakang atau baju kurung cekak musang dan ada kalanya
memakai celana setengah lutut, memakai kopiah atau ikat kepala dari kain
empat persegi yang dilipat untuk menghindarkan sengatan binatang yang
berbisa, memakai kain samping ada yang dikenakan secara utuh, ada pula
yang dibelitkan dipinggang ataupun disandang dibahu.
Fungsi kain
semasa anak-anak ini adalah untuk belajar Al Quran dan kegiatan
keagamaan seperti sholat dan lain-lain. Anak-anak perempuan yang belum
akhil baligh mereka memakai baju kurung teluk belanga yang biasanya satu
stel dengan kainnya, mereka bermain disekitar rumah, bermain galah
panjang, main jengket, atau bermain pondok-pondokan. Kalau sudah penat,
dia bermain congklak ataupun serimbang. Kalau dia di mesjid belajar
membaca Al Quran serta belajar sopan santun dan adat istiadat serta
tingkah laku yang baik dan sopan terhadap orang tua, datuk dan neneknya.
b. Pakaian harian anak dewasa (Akil Baligh)
Pakaian
harian untuk anak laki-laki dewasa ataupun perempuan, mereka memakai
baju kurung Cekak Musang atau baju kurung Teluk Belanga, bertulang
belut.
Untuk anak laki-laki dewasa dia sudah membantu orang
tuanya bekerja mencari nafkah, pakai baju Teluk Belanga Belah atau baju
kurung Cekak Musang, memakai kain samping, ikat kepala atau berkopiah.
Kalau pergi ke laut atau ke ladang sering memakai celana setengah lutut
dengan lengan yang agak sempit supaya mudah melaksanakan pekerjaan yang
berkaitan dengan kehidupan keras.
Kain samping tetap dipakai
terutama menjaga kesopanan dan aib dari orang dan digunakan untuk sholat
ataupun bertamu menghadapi orang tua-tua serta dapat dipergunakan untuk
mempertahankan diri. Pakaian harian untuk anak laki-laki dewasa sering
dipakai untuk belajar ilmu silat guna mempertahankan diri dan
berkesenian; belajar zapin, membuat kelompok Mayong, sandiwara,
bangsawan, dll.
Anak perempuan yang baligh harus mengenal adat
istiadat yang kita sebut adat Melayu, Jadi dia sebagai perempuan Melayu
harus tahu sopan santun dan berbudi baik dengan mengenal:
Beradat
istiadat Melayu, beragama Islam, berbahasa Melayu. Tiga unsur ini bagi
anak perempuan sudah mulai ditanamkan semenjak kecil serta tata cara
berpakaian sudah ditunjuk ajarkan sedini mungkin, sehingga dia merupakan
idaman dari pihak laki-laki.
Pakaian untuk anak perempuan yang
sudah baligh ini adalah baju kurung, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya
Pendek. Adapun kelengkapan baju kurung ini adalah kain Sarung Pelekat
atau batik Bunga, pakai tutup kepala berupa selendang dan ditambah
dengan Kain Tudung Lingkup yang dipakai bila keluar rumah. Kain Tudung
Lingkup untuk pakaian harian digunakan kain pelekat.
C. Pakaian orang tua dan setengah baya
Pakaian
perempuan tua adalah baju kurung Teluk Belanga dan pada lehernya
bersulam bernama Tulang Belut. Baju ini longgar dan lapang dipakai, ada
juga Kebaya Laboh atau Kebaya Panjang hingga dibawah lutut. Kedua bentuk
baju ini memakai pesak atau kekek. Orang tua-tua ada juga yang memakai
baju Kebaya Pendek dibawah pinggul sering dipakai untuk bekerja di rumah
atau di ladang dan ke laut. Kalau perempuan setengah baya juga memakai
seperti tersebut diatas, hanya bentuk bajunya agak sempit dan pada
umumnya berupa stelan baju dengan kain yang berbunga dan ada kalanya
polos. Sebagai penutup kepala mereka memakai selendang dari drihook
bersegi empat dan kemudian dibentuk segitiga dan diletakkan diatas
kepala serta ujungnya disimpulkan dileher. Orang tua maupun perempuan
setengah baha selain selendang sebagai penutup kepala, mereka juga
menggunakan Tudung Lingkup dari Kain Pelekat.
Pakaian orang tua
laki-laki dan setengah baya berupa baju kurung Teluk Belanga Bertulang
Belut dan baju kurung Cekak Musang. Untuk pakaian harian baju ini
terbuat dari bahan katun dan kain samping pelekat, bentuk baju agak
longgar.
Baju Melayu bagi orang tua sering memakai baju Melayu Dagang Luar digunakan untuk sholat dan bertamu ke tetangga.
Jadi bentuk pakaian harian bagi orang Melayu Riau adalah:
Untuk kaum perempuan baju Kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya Pendek.
Untuk kaum laki-laki baju kurung Teluk Belanga, baju kurung Cekak Musang, celana setengah lutut untuk anak laki-laki.
B. Pakaian Resmi dan Setengah Resmi
(i)
Bentuk pakaian setengah resmi bagi kaum laki-laki adalah baju kurung
Cekak Musang harus dilengkapi dengan: kopiah, kain samping, sepatu atau
capal.
Kan samping yang dipakai tergantung pada kemampuan
seseorang; boleh kain pelekat, kain tenunan Siak, tenunan Trenggano,
tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll.
Pakaian setengah resmi ini
dipakai dalam upacara keluarga, seperti; menghadiri perkawinan, acara
keagamaan, sunnat rasul, dll. Sedangkan pakaian resmi adalah pakaian
yang dipakai waktu menghadiri undangan dari Kerajaan, dari Pemerintah
atau menghadiri jemputan resmi dari suatu kegiatan. Tidaklah sopan
seandainya kita menghadiri upacara kekeluargaan atau jemputan yang
terhormat dari suatu kegiatan pemerintah yang masa dahulunya di zaman
kerajaan-kerajaan di Riau, kita memakai pakaian Melayu namun tidak
memakai kopiah dan juga kain samping, maka jelaslah kita dicap orang
yang tidak tahu adat sopan orang Melayu.
Untuk menghadiri upacara
resmi seperti menghadiri jemputan dari Pemerintah, atau menghadiri
Rapat Dewan yang resmi kalau kita berpakaian Melayu harus lengkap
berbaju Melayu dengan tidak memakai kasut atau capal dan harisnya
memakai sepatu kulit.
Adapun bahan baju Melayu itu sebaiknya dari
bahan kain sutra atau bahan-bahan yang bagus seperti satin, atau bahan
lainnya yang berkualitas.
Warna baju dengan warna celana harus
sewarna. Dulunya pada zaman erajaan Melayu pada masa jayanya, tidak
dibenarkan memakai warna kuning, karena warna kuning adalah warna
kerajaan dan yang berhak memakai warna kuning adalah Sultan. Untuk para
Datuk dan Orang Besar Kerajaan dalam upacara resmi sering memakai warna
hitam, sedangkan warna kain boleh bebas kecuali warna kuning dan tidak
dibolehkan memakai baju hitam berkain hitam, pakaian demikian adalah hak
pemimpin yaitu Raja (Sultan). Sedangkan pakaian untuk orang lain boleh
memakai warna apa saja sesuai dengan kemampuan dan kemauannya juga
selera, asalkan tertib cara memakainya.
Cara berpakaian baju
Melayu orang laki-laki adalah baju Melayu Cekak Musang yaitu leher
berkerah setinggi 2 cm yang dalamnya dilapisi kain keras supaya kerah
Cekak Musangnya kelihatan lebih rapi. Pada leher dipasang dua buah
butang baju, dan 3 buah butang baju dibagian depan keras lebih kurang 22
cm dari leher ke dada.
Perlengkapan lain memakai baju Melayu
Cekak Musang adalah kopiah hitam dan tidak memakai apa-apa di kopiah.
Pada kopiah adakalanya dipakai kain putih yang dibelitkan di kopiah pada
upacara meninggalnya atau (mangkat) seorang Sultan atau Pemimpin
Negeri. Kain yang dipakai untuk mengikuti upacara resmi ini adalah kain
samping yang terpilih, seperti: tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan
Indragiri, tenunan Daek, dll.
Sistem memakai kain samping ini
diikat di samping pinggang yang disebut ikat kain dagang dalam, karena
baju terletak diluar kain disebut ikat kain dagang luar. Mengikat kain
tidak boleh sembarangan karena sudah ada ketentuannya antara lain:
tinggi kain bagi orang dewasa hanya setinggi lutut, sedangkan orang
sudah berumur, tinggi kainnya 3 jari dibawah lutut. Kalau orang sudah
lanjut usia umumnya memakai kain sering jauh dibawah lutut.
(ii)
Bentuk pakaian resmi dan setengah resmi kaum perempuan adalah baju
kurung Teluk Belanga dan baju Kebaya Laboh. Bahan baju ini dibuat dari
bahan sutra, satin atau bahan brokat serta bahan yang bagus lainnya
tergantung dengan kemampuan si pemakai. Persyaratan baju Melayu kaum
perempuan ini karena dia disebut Baju Kurung maka jelas baju ini
mengurung bagian aurat di badan agar tidak kelihatan, tidak terlalu
sempit, tidak terlalu tipis yang memperlihatkan kulit badan.
Untuk
kain yang dipakai adalah kain tenunan atau kain pilihan, seperti: kain
tenun Siak, tenunan Indragiri, tenunan Daek atau kain tenunan lain yang
bercorak Melayu.
Ukuran baju resmi dan setengah resmi bagi remaja
panjang baju adalah 3 jari diatas lutut sedangkan orang tua 3 jari
dibawah lutut. Untuk pemakaian kain adalah dengan cara kepala kain
diletakkan di muka.
Untuk hiasan dikepala harus memakai sanggul
yang disebut sanggul Jonget, sanggul Lintang atau sanggul Lipat Pandan.
Setelah rambut disanggul kepala ditutup dengan kain tudung yang
seharusnya tidak kelihatan rambut. Kain tudung untuk pakaian resmi dan
setengah resmi ini adalah kain selendang anjang dan sekarang ini kaum
wanita yang Islam umumnya menggunakan jilbab.
Memakai perhiasan
didada sesuai dengan kemampuan sipemakai. Untuk alas kaki dipakai kasut
yang dipilih sesuai selera, tidak memakai sendal jepit sebaiknya
pakailah kasut yang memakai hak rendah atau hak tinggi. Warna yang
dipakai dapat dipilih sesuai dengan selera dan juga disesuaikan dengan
suasana waktu siang atau malam, agi atau sore.
C. Pakaian Upacara Adat
Yang dimaksud upacara adat adalah suatu kegiatan yang dibuat oleh emerintah (Kerajaan) antara lain:
- Upacara penobatan Raja & Permaisuri,
- Upacara pemberian gelar,
- Upacara pelantikan Datuk-Datuk, Ketua Adat atau Menteri Kerajaan,
- Upacara menjunjung duli,
- Upacara menyambut tamu-tamu agung atau tamu-tamu yang dihormati,
- Upacara adat menerima anugerah dan persembahan dari rakyat atau dari negara lain yang bersahabat.
Upacara
seperti ini diatur oleh Kerajaan dizaman dahulunya, kalau sekarang
diatur oleh Pemerintah atau Lembaga Adat Melayu Riau. Warna baju yang
dipakai untuk upacara adat adalah warna hitam, berkain samping sesuai
dengan tingkat derajatnya, stelan kuning dan stelan hitam adalah kain
yang dipakai untuk Sultan atau Pemimpin Negeri. Kalau Sultan dalam
upacara adat memakai tanjak hitam, demikian juga kalau memakai warna
kuning harus seluruhnya berwarna kuning pula.
Kalau Datuk-Datuk
orang besar dalam upacara adat memakai baju berwarna hitam berkain
samping apa saja warnanya sesuai dengan seleranya, itulah sebagai
pertanda perbedaan pimpinan dan bukan pimpinan.
(i) Pakaian adat untuk kaum erempuan
Jenis
pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum
perempuan baik muda maupun tua sama saja. Baju yang dipakai adalah baju
kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, bagi anak gadis baju Kebaya
Laboh Cekaka Musang.
Kepala memakai tudung Mente dan memakai
tudung Kain Lingkup. Tudung Kain Lingkup apabila masuk ke ruangan kain
Tudung Lingkup dilipatkan dipinggang kemudian dijepit dipinggang.
Rambut
disanggul dengan bentuk sanggul Melayu, seperti sanggul Jonget, sanggul
Lintang, dan sanggul Lipat Pandan. Perhiasan dipakai didada yang
disebut dokoh dan gelang serta anting-anting.
Warna baju yang
dipakai isteri Datuk-Datuk dan Orang Besar adalah warna hitam stelan dan
berkain samping atau Tudung Lingkup yang berwarna lain. Warna kuning
hanya dipakai oleh Sultan dan Permaisuri atau Pimpinan Tertinggi di
daerahnya.
(ii) Pakaian adat untuk kaum laki-laki
Jenis
pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum lelaki
adalah baju kurung Cekak Musang, tidak dipakai baju kurung Teluk
Belanga. Warna pakaian adat kaum lelaki berwarna hitam dari bahan saten
atau bahan sutera dilengkapi dengan perlengkaan sebagai berikut:
a. Baju stelan dengan celana anjang samai ketumit,
b. Kain samping terbuat dari tenunan sendiri, seperti; tenun Siak, Indragiri, tenunan Daek, dll,
c. Tanjak sebagai penutup kepala,
d. Bengkung pengikat pinggang,
e. Sebilah keris Melayu Sepukal, atau Tuasik atau Tilam Upih,
f. Kasut capal atau sepatu.
Untuk
Sultan atau Pimpinan Tertinggi memakai baju Cekak Musang berwarna
kuning atau hitam satu stel baju, celana dan kain samping. Stelan baju
penuh dengan taburan bunga cengkeh, bintang dari ornamen yang ditenun
khusus. Sultan memakai tanjak yang bernama Belah Mumbang atau Elang
Menyongsong Angin serta bertingkat 3 atau 5.
Biasanya Sultan
memakai dua keris, satu yang pendek satu yang panjang, biasanya keris
yang anjang dibawa oleh pengawalnya yang sangat dipercaya. Pakaian adat
dipakai pada upacara adat seperti penobatan Raja-Raja, emberian gelar,
penyambutan tamu agung, musyawarah besar adat dan upacara adat yang
digelar oleh Kerajaan atau Pemerintah.
Memakai Bengkung
tergantung tingkat seseorang dalam jabatannya dimasyarakat adat atau
jabatan dalam struktur Kerajaan, seperti: Orang Besar Kerajaan, Putera
Mahkota, angeran, kaum bangsawan, Datuk-Datuk, Datuk Bendahara, Datuk
Laksemana, Datuk Panglima, Penghulu, Batin, Tongkat (wakil Batin) dan
para pengawal.
Yang memakai selempang dari kanan ke kiri adalah
Sultan berwarna kuning, sedangkan para pengawal memakai warna merah
diujung lengan dan bengkung serta ikat kepala berwarna merah. Kecuali
para pengawal yang mendampingi Sultan kemana saja adalah Hulubalang yang
tangguh memakai pakaian hitam berkain samping kain Lejo dan memakai
bengkung warna kuning dan memakai les merah.
D. Pakaian Upacara engantin
(i)
Bentuk pakaian pengantin laki-laki orang Melayu Kepulauan atau Pesisir
serta orang Melayu Daratan tidaklah berbeda jauh bentuk bajunya berupa
baju kurung Cekak Musang atau baju kurung Teluk Belanga, kecuali di
daerah Lima Koto Kampar baju pengantinnya berbentuk jubah yaitu baju
terusan panjang hingga kebawah menutup mata kaki.
Perlengkapan pakaian laki-laki sebagai seorang pengantin Melayu adalah:
- Baju kurung Cekak Musang dari bahan tenunan satu stelan baju dan celana sama warnanya,
- Dikepala memakai Destar berbentuk mahkota dan adakalanya pengantin memakai tanjak,
- Memakai Sebai disebelah bahu kiri,
- Memakai kain samping dengan bunga kain kedepan,
- Pakai Bengkung,
- Pakai Keris,
- Pakai kalung panjang dilehernya pertanda ikatan keluarga,
- Membawa Sirih Lelat,
- Pakai kasut capal atau sepatu kulit.
Pakaian
ini dipakai ada upacara langsung dimana pengantin laki-laki turun dari
rumah ayah dan bundanya menuju kerumah pengantin perempuan. Untuk
mengikuti acara akad nikah dan acara lainnya pengantin laki-laki memakai
baju kurung Cekak Musang yang lengkap dengan memakai kopiah,
kadang-kadang kopiah dihias dengan permata, kalau Orang Besar Kerajaan
dan orang Bangsawan memakai lambang Kerajaan.
(ii) Pakaian pengantin perempuan
Pakaian
upacara adat perkawinan bagi pengantin perempuan dalam masyarakat
Melayu Riau terdapat beberapa bentuk tergantung pada kegiatan yang akan
dilaksanakan, seperti : acara malam berinai, uacara akad nikah, acara
bersanding, acara mandi damai serta acara berandam.
Pakaian
pengantin perempuan dalam upacara malam berinai memakai pakaian Kebaya
Laboh atau baju kurung Teluk Belanga, memakai hiasan dan pperhiasan
serta memakai sanggul Melayu.
Pakaian pengantin pada upacara
berandam hampir sama dengan memakai akaian Melayu harian; Kebaya Laboh
atau Kebaya Pendek atau baju kurung Teluk Belanga. Rambut disanggul
dengan sanggul Lipat Pandan atau sanggul Siput Jonget dihiasi dengan
bunga-bunga hidup seperti cempaka, bunga melur dan bunga tanjung. Muka
pengantin dibersihkan dan dicukur bulu romanya, dan dihias bulu
keningnya. Setelah berandam dimandikan dengan air tujuh bunga serta
memakai kain kemban didada.
Pakaian pengantin pada acara akad
nikah berpakaian baju kurung Teluk Belanga atau baju kurung Kebaya
Laboh, kepala ditutup dengan hiasan serta memakai tudung Mente.
Sedangkan dada diberi perhiasan Dokoh bertingkat, pakai Pending, pakai
Sebai dikanan dan duduk dikamar pengantin.
Pakaian pengantin pada
upacara langsung atau bersanding : pengantin perempuan memakai akaian
Melayu Kebaya Laboh atau baju kurung Teluk Belanga lengkap dengan
atributnya kepala memakai pekakas andam dan dikening diletakkan Ramen
perhiasan emas atau dibuat dari tekatan bedang emas, dada dihiasi dengan
Dokoh bertingkat, lengan diberi gelang berkepala naga, dilengan bawah
memakai gelang patah semat, sedangkan dikaki bergelang kaki berlipat
rotan emas.
Dibahu kanan memakai sebai bertekat emas berjurai
kelengan, pada pinggang memakai pending emas, dijari pakai canggai.
Canggai hanya terlekat di ibu jari dan dijari kelingking (kedua belah
jarinya). Kaki dipakai sepatu tertutup jari berwarna sesuai dengan
kehendak pengantin berhak sedang yang disebut selepa. Pakaian waktu
mandi damai berpakaian baju kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh atau
baju Kebaya Pendek yang dibuat khusus untuk upacara mandi damai.
Upacara mandi damai adalah suatu upacara untuk menyatakan syukur bahwa
pengantin telah bersatu.
D. Pakaian Upacara Keagamaan (Ritual)
Pakaian
acara keagamaan ini disesuaikan pemakaiannya pada acara kegiatan
keagamaan yang akan kita laksanakan atau yang akan kita hadiri.
Bagi
Pembesar Agama seperti Qodhi, Imam Mesjid memakai jubah berwarna hitam,
panjang jubah sampai dimata kaki, kepala memakai terbus dan dibelit
dengan kain tipis berwarna putih, biasanya dibuat berwarna merah. Bilal
:biasanya memakai jubah berwarna hijau lumut disebelah luarnya sedangkan
didalam tetap memakai baju kurung Cekak Musang dan juga memakai terbus
dibalut kain putih tipis. Gharin Mesjid memakai baju Melayu Dagang Luar
dengan memakai kopiah hitam atau kopiah haji dan memakai kain samping
pelekat.
Sedangkan orang biasa dalam acara agama ada terbagi dua:
-
Kalau acara resmi dalam rangka kegiatan Hari Raya, pada hari-hari besar
agama memakai pakaian baju Melayu lengkap seperti baju Melayu Cekak
Musang atau baju Melayu Teluk Belanga, yang disebut baju Melayu Dagang
Dalam.
- Untuk pergi sholat Jum’at biasanya boleh memakai baju Melayu
harian atau baju Melayu Dagang Luar dengan memakai kain samping kain
pelekat dan pakai kopiah, pada umumnya kalau sudah pernah menunaikan
ibadah haji bisa memakai kopiah haji.